SOLOPOS.COM - Ilustrasi pengibaran sang merah putih saat upacara bendera. (JIBI/Solopos/Antara/Aditya Pradana Putra)

Solopos.com, JAKARTA -- Hati-hati kalau kita mengibarkan bendera Merah Putih. Pastikan bendera Merah Putih yang kita kibarkan tidak kusam, sobek, luntur, atau bahkan kusut kalau tidak mau dipidana. Nah lho!

Aturan tersebut tertuang dalam RUU KUHP, tepatnya di Pasal 235 huruf b. Intinya berisi setiap orang bisa dipidana dengan pidana denda mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam. Ancaman pidana denda maksimal Rp10 juta.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Pasal tentang penghinaan terhadap bendera merupakan bagian dari RUU KUHP BAB V tentang tindak pinda terhadap ketertiban umum.

Bagian kesatu bab tersebut berisi tentang pasal penghinaan terhadap simbol negara, pemerintah, dan golongan penduduk.

Baca Juga: Solopos Hari Ini: Bersiap PPKM Darurat

Terkait aturan itu, pakar hukum Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta, Faisal Santiago,  mengatakan pasal penodaan terhadap bendera negara, khususnya mengibarkan bendera Merah Putih yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam, sebaiknya tidak perlu ada di dalam RUU KUHP.

"Bisa dibayangkan seseorang karena ketidakmampuan membeli bendera baru apakah harus dipidana. Padahal yang bersangkutan sangat ingin mengibarkan bendera Merah Putih. Misalnya pada Hari Kemerdekaan 17 Agustus," kata Faisal, Rabu (30/6/2021).

Akan tetapi, lanjut dia, apabila menodai bendera Merah Putih dengan cara menginjak-injak dengan sengaja, membakar, dan menodai dengan hal-hal yang bertentangan dengan hukum, wajib dipidana.

Baca Juga: Luhut Pandjaitan Jadi Koordinator PPKM Darurat Jawa-Bali

Hukuman Pejabat Negara

Selain itu, mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain atau memasang lencana atau benda apa pun pada bendera negara juga terancam pidana denda.

Pidana denda juga mengancam setiap orang yang memakai bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera negara.

Ketua Prodi Doktor Hukum Unbor itu memandang penting ada ketentuan pemberatan pidana terhadap pejabat negara yang melakukan tindak pidana terkait dengan pasal-pasal penodaan terhadap bendera negara.

Baca Juga: Soal The King of Lip Service, Jokowi Minta Kampus Tak Halangi Mahasiswa

"Pejabat negara adalah panutan atau menjadi teladan bagi masyarakat untuk mengikutinya, bukan mencontohkan hal-hal yang tidak baik," katanya.

Prof Faisal lantas mencontohkan Jaksa Pinangki Sirna Malasari yang terjerat kasus korupsi terkait dengan kepengurusan fatwa di Mahkamah Agung (MA). Hukuman terhadap Jaksa Pinangki ini seharusnya diperberat, bukan malah sebaliknya.

Seperti diketahu, Majelis Banding Pengadilan Tinggi Jakarta pada tanggal 14 Juni 2021, kata Prof Faisal, malah mengurangi putusan Jaksa Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun dan denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan.

Baca Juga: Gratis! Dewan Pers Fasilitasi UKW di Kupang NTT

"Pemberatan pidana terhadap pejabat negara yang terbukti melanggar pasal-pasal penodaan terhadap bendera negara perlu ada dalam UU KUHP baru," kata Faisal.

Berikut kutipan RUU KUHP

Pasal 235

Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:

a. memakai bendera negara untuk reklame atau iklan komersial;

b. mengibarkan bendera negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;

c. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain atau memasang lencana atau benda apapun pada bendera negara; atau

d. memakai bendera negara untuk langit-langit, atap, pembungkus Barang, dan tutup Barang yang dapat menurunkan kehormatan bendera negara.

Pasal 236

Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambar atau menggambari, atau membuat rusak lambang negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan lambang negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Pasal 237

Dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori II, Setiap Orang yang:

a. menggunakan lambang negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;

b. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara; atau

c. menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam ketentuan Undang-Undang.

Terkait besaran denda diatur dalam Pasal 78 dan 79 berikut:

Pasal 78



(1) Pidana denda merupakan sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan.

(2) Jika tidak ditentukan minimum khusus, pidana denda ditetapkan paling sedikit Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

Pasal 79

(1) Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan:

a. kategori I, Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);

b. kategori II, Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);

c. kategori III, Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah);

d. kategori IV, Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);

e. kategori V, Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah);



f. kategori VI, Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);

g. kategori VII, Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan

h. kategori VIII, Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya