SOLOPOS.COM - Foto kerusuhan di Tanjung Balai, Sumut. (Istimewa/Facebook)

Rusuh di Tanjungbalai terus diselidiki polisi. Namun, etnis Tionghoa diminta berbaur.

Solopos.com, MEDAN — Polisi terus menyelidiki kasus kerusuhan yang mengakibatkan terjadinya kerusakan sejumlah rumah ibadah yakni vihara dan kelenteng di Tanjungbalai, Sumatera Utara (Sumut). Kini, polisi sudah menetapkan 12 orang tersangka dan memeriksa 39 orang saksi terkait peristiwa itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Hal tersebut disampaikan Kapolres Tanjungbalai AKBP Ayep Wahyu Gunawan, Minggu (31/7/2016) malam. Ia menyatakan, saat ini situasi disana sudah kondusif dan aman. “Awalnya kita tetapkan tujuh tersangka terkait penjarahan dan mereka sudah ditahan. Dari yang ketujuh itu, bertambah menjadi satu orang. Jadi, total ada 8 orang tersangka terkait penjarahan,” kata Ayep.

“Untuk kasus penjarahan itu, mereka dikenakan Pasal 363 KUHP,” tambahnya. Sementara itu, untuk kasus perusakan, Ayep menyatakan pihaknya sudah menangkap empat orang. “Keempat orang tersebut sudah ditetapkan tersangka. Jadi total keseluruhannya ada 12 tersangka,” terangnya.

Terkait identitas tersangka baru itu, Ayep belum bisa menyampaikannya karena masih didata. “Nanti dulu ya. Kalau untuk keseluruhan saksi yang diperiksa sudah 39 orang,” terangnya.

Sebelumnya, polisi sudah memasang garis polisi di lokasi kerusuhan. Saat ini, kata dia, garis polisi itu sudah dibuka. Lokasi kerusuhan itu juga sudah dibersihkan. Namun, aparat gabungan masih terus berjaga-jaga.

Untuk meredam konflik di Tanjungbalai, hari ini Gubernur Sumatra Utara Tengku Erry Nuradi menggelar rapat koordinasi Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (FKPD) Sumut dengan Pemko Tanjung Balai. Adapun, dalam rakor tersebut Erry meminta pemko memperkuat koordinasi lintas agama agar tidak terjadi lagi konflik serupa.

“Mari masyarakat berpikir rasional dan tanpa emosi. Baik Islam maupun Budha jangan mudah terprovokasi dengan isu yang bisa merusak harmonisasi kerukunan umat beragama,” paparnya, Minggu dalam siaran pers.

Erry meminta pemkot segera mengaktifkan kembali Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) sebagai wadah koordinasi seluruh pemuka dan tokoh agama. Menurutnya, forum ini bisa menjadi garda depan antisipasi konflik horizontal, agar tidak sampai terjadi amuk massa. “Forum Kewaspadaan Dini juga harus diperkuat, bersama dengan TNI, kepolisian, BIN, organisasi kemasyarakatan, dan organisasi pemuda,” tambah Erry.

Adapun, Sumut merupakan provinsi multietnis. Etnis lokal ada delapan yakni Batak Simalungun, Toba, Pakpak Karo, Angkola, Mandailing, Melayu dan Nias. Tak hanya itu ada pula Jawa, Minang, Aceh, Sunda, Banjar dan lainnya. Sumut juga dihuni oleh etnis Arab, China, dan India.

“Ini juga perlu mendapat perhatian bagi etnis Tionghoa. Eksklusivitas dapat menimbulkan kecemberuan sosial. Untuk itu, perlu berbaur,” ucap Erry lagi.

Erry menilai konflik ini telah mengganggu keamanan di Sumut. Keamanan merupakan salah satu syarat pembangunan. Konflik seperti ini, dapat memengaruhi investasi yang akan masuk. Apalagi Sumut tengah agresif melakukan pembangunan di berbagai sektor.

Dia meminta tidak terjadi lagi konflik serupa karena justru akan merugikan Sumut. Wali Kota Tanjung Balai M. Syahrial mengatakan seluruh unsur masyrakat saat ini telah berkomitmen menjaga keamanan dan kerukunan umat beragama pasca kerusuhan dan perusakan rumah ibadah.

“Ada 10 unsur yang sudah tanda tangan pernyataan sikap dan komitmen baik tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Mudah-mudahan ini bisa meredam konflik lanjutan,” tutur Syahrial.

Pangdam I Bukit Barisan Mayjen TNI Lowdeyk Pusung meminta. Pemko, FKUB dan masyarakat bersama-sama membersihkan sejumlah rumah ibadah yang rusak dan dibakar pada Jumat (29/7/2016) lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya