SOLOPOS.COM - Ilustrasi uang tunai rupiah. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO — Melemahnya rupiah akhir-akhir ini hingga mencapai Rp15.200 per 1 dolar Amerika Serikat, perlu segera mendapatkan penanganan. Sebab jika tidak, ada dampak yang harus ditanggung masyarakat.

Pengamat ekonomi di Universitas Sebelas Maret (UNS), Suryanto, mengatakan melemahnya mata uang rupiah akan menjadi masalah jika berlangsung lama. Menurutnya pelemahan rupiah biasanya akan memiliki dampak lanjutan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam jangka pendek, jika pelemahan itu terus terjadi dikhawatirkan akan berdampak pada industri dalam negeri yang membutuhkan bahan baku impor. “Misalnya kita membutuhkan barang-barang impor yang vital, seperti obat-obatan atau bahan baku industri, kalau tidak segera ditangani akan menyebabkan keberatan bagi para masyarakat. Pasien-pasien yang butuh obat impor tentu akan keberatan,” jelas dia.

Kemudian bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki hutang luar negeri, juga harus menanggung pembayaran yang lebih besar. “Ketika mengalami jatuh tempo, itu berarti hutang yang harus dia bayar lebih banyak. Kalau dulu hutangnya Rp15.000, sekarang Rp15.200, dikalikan berapa,” lanjut dia.

Baca Juga: Erick Thohir Pamer Utang BUMN Sehat Meski Tembus Rp1.500 Triliun

Meski ada kemungkinan akan menguntungkan eksportir, namun menurutnya akan lebih besar dampak negatif bagi masyarakat umum.

“Untuk eksportir, itu salah satu sisi positifnya. Tapi kalau saya melihatnya sebenarnya adalah kalau para eksportir bisa mendapatkan peningkatan kuantitas ekspor, itu jangan karena adanya perubahan nilai tukar. Tapi karena adanya peningkatan kualitas atau kemampuan daya saing kita,” kata dia.

Mengenai prediksi keberlangsungan pelemahan rupiah tersebut, menurutnya kondisi tersebut tidak akan sampai pada kondisi permanen. Meskipun butuh waktu lama untuk mengembalikan kondisi tersebut. “Saya kira itu akan kembali ke sekitar Rp15.000 lagi tetapi masih butuh waktu. Sebab ada dua faktor yang mempengaruhi,” kata dia.

Faktor pertama, belakangan ini Indonesia masih berkutat pada pemulihan ekonomi berkaitan dengan pandemic Covid-19. “Artinya belum semua sektor ekonomi kita itu pulih, termasuk yang melakukan ekspor. Kedua adalah masalah BBM yang menjadi pukulan sektor ekonomi riil. Sebab mereka juga menghadapi tuntutan kenaikan harga bahan baku, kenaikan tuntutan dari upah tenaga kerja. Itu mengurangi kemampuan daya saing perusahaan, terutama perusahaan yang mampu melakukan ekspor,” jelas dia.

Baca Juga: Deretan Ide Bisnis dengan Modal Rp1 Juta Bagi Pemula, Bisa Dicoba Nih!

Sementara dana yang dihasilkan para eksportir untuk mendapatkan dollar, sebenarnya bisa digunakan untuk mengurangi tekanan permintaan terhadap dolar di dalam negeri. “Ketika ada pasokan dolar dari eksportir, itu akan mengurangi tekanan terhadap dolar. Jadi bisa kembali ke tingkat semula. Tapi butuh waktu lama. Tidak sehari dua hari atau seminggu dua minggu, tapi tidak menjadi perpamen,” kata Dosen Ekonomi Pembangunan UNS tersebut.

Untuk mengatasi kondisi tersebut, menurutnya pemerintah perlu segera menindaklanjutinya. Pemerintah bisa mengeluarkan suatu kebijakan untuk menambah jumlah dolar yang beredar di masyarakat dengan mekanisme tertentu.

“Kalau kemudian disadari bahwa ini ada pelemahan kemudian segera ditindaklanjuti pemerintah, dalam hal ini yang memiliki otoritas menjaga nilai tukar rupiah kita stabil, mungkin masih bisa ditolong,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya