SOLOPOS.COM - Ilustrasi rumah bersubsidi. (Nurul Hidayat/JIBI/Bisnis)

Solopos.com, SOLO–Pemerintah terus menggenjot penyediaan rumah subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Baca Juga: Ingin Miliki Rumah Subsidi, Ini Beragam Fasilitas dari Pemerintah

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Namun demikian, saat ini masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah untuk terus menyediakan rumah terjangkau dengan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan perumahan (FLPP).

Meski terus menyediakan rumah subsidi, namun, sebagian besar rumah subsidi berlokasi jauh dari pusat keramaian. Lantas apa yang menjadi alasan rumah bersubsidi jauh dari pusat keramaian.

Dirjen Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PUPR Herry Trisaputra Zuna menjelaskan hal itu karena sejumlah faktor pembentukan harga rumah FLPP sesuai dengan ketentuan pemerintah.

“Melihat fakta. Karena pembentuk harga rumah itu ada biaya konstruksi, ada harga tanah dan harga lain-lain, izin juga,” ujar Herry, pekan lalu.

Baca Juga: Harga Tanah Tinggi, Pemenuhan Rumah Subsidi di Jogja Terkendala

Inilah yang membuat para pengembang rumah subsidi memilih lokasi yang harga tanahnya lebih murah. Konsekuensinya, lokasi rumah FLPP yang dibangun jadi jauh dari pusat ekonomi.

“Harga tanahnya ini, nggak naiknya apa auto bisa going concern niatnya beli tanah di sini, harganya akan naik. Akhirnya makin lama makin jauh dan seterusnya,” jelas Harry.

Meski rumah yang dibangun adalah rumah subsidi, para pengembang tetap adalah pelaku usaha. Tentu hunian yang dibangun akan tetap meperhitungkan aspek keuntungan usaha.

“Ya tadi karena dia mengoptimalkan keuntungannya dan membuat harga pokok penjualan (HPP) nya tadi masuk dengan capability, dengan kemampuan masyarakat. Kalau makin nggak terlalu tinggi, makin nggak menjangkau akhirnya. Untuk mempertahankan sepertiga pendapatanya tadi kan, carilah harga tanah yang masih masuk di sini,” papar dia.

Baca Juga: Siap-Siap, Harga Rumah Subsidi bakal Naik 7%

Sementara, pemerintah diminta untuk membuat peta jalan (road map) atau blue print pembangunan rumah menengah bawah agar dapat menyejahterakan kelompok massyarakat tersebut.

CEO Indonesia Property Watch Ali Tranghanda mengatakan saat ini rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terutama subsidi, berada jauh dari pusat kota yang sulit dengan akses transportasi umum.

“Rumah subsidi makin lama makin terpinggirkan. Karena harga tanah ini cepat naik sehingga rumah subsidi mencari tanah-tanah yang masih murah,” ujar dia beberapa waktu lalu.

Hal ini tentu menyebabkan beban masyarakat menengah bawah untuk tinggal di rumah subsidi bakal naik karena biaya transportasi ke tempat kerja. Menurutnya, pemerintah perlu membuat blue print wilayah mana saja yang akan dibangun rumah subsidi.

Selain itu, pemerintah juga perlu menjaga agar harga tanah di wilayah yang akan dibangun rumah subsidi tak naik.

“Satu kawasan untuk rumah subsidi. Diberikan akses ke sana dengan TOD [Transit Oriented Development] dengan ini minat rumah subsidi akan besar dan pemerintah akan berhasil merumahkan masyarakat,” papar dia.

Selain itu, Ali mengusulkan pembangunan rumah subsidi dapat dilakukan di tanah milik pemerintah pusat, BUMN maupun BUMD. Hal itu dikarenakan lokasi tanah milik pemerintah berada di wilayah strategis.

“Ini tentu perlu payung hukum. Jadi bisa dengan bank tanah, tanah milik pemerintah pusat dan daerah yang statusnya idle bisa dibangun rumah MBR,” katanya.

Selama ini, para pengembang swasta yang membangun rumah subsidi mencari tanah sendiri dengan kendala harga tanah yang mengalami kenaikan seiring waktu. Oleh karena itu, lanjut Ali, pemerintah perlu turun tangan membuat blue print rumah MBR dan mengamankan harga tanah di kawasan yang akan dibangun rumah subsidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya