SOLOPOS.COM - Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Tengah (Jateng), Andi Herman, didampingi Kepala Kejari Solo, Prihatin, dan Wawali Solo, Teguh Prakosa, mengikuti peluncuran Rumah Restorative Justice secara virtual oleh Kejakgung, Rabu (16/3/2022). (Solopos/Kurniawan)

Solopos.com, SOLO — Kejaksaan Agung (Kejakgung) meluncurkan 31 rumah restorative justice di seluruh Indonesia pada Rabu (16/3/2022) siang, salah satunya di Kelurahan Kepatihan Wetan, Jebres, Solo.

Rumah yang berada di seberang jalan atau sebelah timur dari Kantor Kelurahan Kepatihan Wetan itu diberi nama Omah Kampoeng Perdamaian. Terdapat plang berwarna merah berukuran sedang yang dipasang di depan rumah itu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Kejati Jawa Tengah (Jateng), Andi Herman, mengikuti peresmian 31 rumah restorative justice secara virtual di Omah Kampoeng Perdamaian. Ia didampingi Kepala Kejari Solo, Prihatin, dan Wawali Solo, Teguh Prakosa.

Baca Juga: Pedagang Mebel Gilingan Solo Minta Pasar di Eks Bong Mojo Dibangun Dulu

Ada juga perwakilan dari Polresta Solo dan institusi terkait lainnya. Saat diwawancarai wartawan seusai acara, Herman mengatakan ada tiga rumah restorative justice di wilayah hukum Kejati Jateng yang diresmikan pada hari itu.

“Salah satunya yang di Kepatihan Wetan, Solo, ini. Maksud restorative justice ini merupakan sarana bagi masyarakat untuk melakukan upaya perdamaian terhadap problematika sosial yang berdampak hukum bagi masyarakat,” ujarnya.

Stigma Pelaku Kejahatan

Problematika sosial yang berdampak hukum itu dapat dimusyawarahkan untuk menemukan perdamaian di antara pihak-pihak terkait. Dalam musyawarah itu melibatkan penegak hukum, pemerintah, dan tokoh masyarakat.

Baca Juga: Bikin Panik, Gas Bocor Nyaris Hanguskan Usaha Katering di Sumber Solo

Dengan pendekatan restorative justice, menurut Herman, pelaku pelanggaran sosial dan hukum tak mendapatkan stigma sebagai pelaku kejahatan. Selain itu, pendekatan restorative justice merupakan warisan luhur para pendahulu.

“Ini dalam rangka menghadirkan keadilan bagi masyarakat dengan menyesuaikan kearifan lokal. Ini kan sebenarnya banyak dilakukan para orang tua kita dulu. Kita mengharmonikan hukum nasional dengan hukum adat,” urainya.

Namun, Herman menyatakan tidak semua problem sosial dan hukum dapat dibawa ke rumah restorative justice. Ada beberapa kriteria atau syarat sebuah problem atau masalah hukum layak dan bisa dicarikan perdamaiannya.

Baca Juga: Sejak Ada HET Minyak Goreng Malah Langka, Warga Solo Pilih Harga Lama

Penyelesaian Kekeluargaan

“Ancaman hukuman lima tahun ke bawah, kerugian kurang dari Rp2,5 juta. Kalau kerugian lebih dari itu terkait kelalaian seperti kecelakaan lalin, motor rusak lebih dari Rp2,5 juta tetap bisa diajukan dengan pengecualian,” katanya.

Pada intinya, Herman menegaskan permasalahan yang bisa dibawa ke Rumah Restorative Justice yang tak menimbulkan efek hukuman berat atau dampak yang meluas. “Yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” tandasnya.

Baca Juga: Polisi Gelar Simulasi Pengamanan di Mapolresta Solo, Ini Foto-Fotonya

Sedangkan Prihatin menjelaskan perkara yang saat ini sedang ditangani di Rumah Restorative Justice yaitu tindak pidana pencurian burung. Perkara itu menurutnya masih dalam proses pengajuan kepada Kejakgung untuk perdamaian.

“Ini masih dalam proses pengajuan. Kami awali dengan langkah perdamaian, kemudian sudah sepakat kedua belah pihak ada saksi, terus penyidik dan lain-lain. Kami lanjutkan untuk laporan ke Kejagung guna persetujuan ,” urainya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya