SOLOPOS.COM - ilustrasi (Foto: Aries Susanto/Espos/JIBI)

ilustrasi (Foto: Istimewa)

Yesi Arfianto, pemuda lajang asal Karanganyar itu mungkin sudah bisa bernapas lega. Renovasi rumahnya yang menelan anggaran hampir Rp50 juta itu baru saja selesai. Bermodal uang pinjaman dari bank dan sokongan orangtuanya, rumah Yesi yang berdiri 2,5 tahun silam itu berhasil ia sulap sedemikian rupa. Modelnya cukup sederhana. Hanya berbentuk bujur sangkar menyerupai kamar-kamar kos. Di bagian sampingnya, ningkrang lagi satu lorong dengan fasilitas teras untuk jemuran pakaian dan tonkrongan. “Baru dua tahun ditempati, sudah renovasi dua kali,” ujar Yesi beberapa waktu lalu.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Secara kualitas, bangunan baru itu memang layak diacungi jempol. Susunan pondasinya kokoh. Rangkaian batu bata direkat dengan adonan semen matang dan ring cor besi. Juga kusen pintu dan jendelanya, semuanya terbuat dari kayu akasia dan jati. Singkat kata, rumah yang terhampar di kawasan perumahan rakyat itu tampak istimewa di antara perumahan lainnya.

Namun secara estetika dan fungsional, ada sekian ketidaknyamanan mata. Rumah itu bahkan bisa dibilang tak mencerminkan konsep rumah yang matang. Selain mengabaikan fungsional ruangan, rumah itu juga mengabaikan fungsi persimpangan jalan yang sangat strategis. Sehingga, para pengguna jalan di depan rumahnya seolah hanya pantas menikmati panorama tembok-tembok yang keras dan bisu. Tak ada resapan air, tak ada ruang terbuka hijau, tak ada pula variasi teras depan. Alhasil, rumah itu bisa dibilang gagal dalam menyajikan sebuah karya yang bernilai estetis. “Rumah-rumah seperti inilah yang memboroskan pemakaian semen. Sebab, rumah itu hanya ikut tren dibongkar-direnovasi, dibongkar-direnovasi,” kata dosen teknik Sipil Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Dr Sholihin As’ad saat berbincang dengan Solopos.com akhir pekan lalu.

Semen memang menjadi keniscayaan dalam membangun atau merenovasi sebuah rumah. Dalam konteks nasional, semen juga sebagai penggerak utama pembangunan, ukuran kemajuan sebuah bangsa, dan suluh bagi kemanusiaan. Namun, semen juga seperti pisau bermata dua. Sebagai penghasil CO2, semen akan menjadi petaka jika dikelola oleh orang-orang yang sinis terhadap kelestarian lingkungan. “Sebab, semakin banyak pemakaian semen, semakin banyak pula polusi udara yang dihasilkan,” jelas Sholihin.

Fakta inilah yang memantik para pemerhati lingkungan berteriak lantang mengingatkan masa depan bumi ini. Eksperimen tentang semen ramah lingkungan pun dihelat di sejumlah perguruan tinggi, laboratorium, serta lingkungan-lingkungan ilmiah. Topik tentang semen melebar tak sebatas bicara soal pembangunan. Namun juga pengendalian, pemulihan, serta pemanfaatan alam secara berkesinambungan. Upaya ini sekaligus untuk menjawab tudingan bahwa pabrik semen selama ini cenderung hanya mengeruk kekayaan alam penuh kerakusan.

Di Indonesia, semen ramah alam ini telah dipelopori oleh PT Semen Gresik (PT SG). Awal Juni lalu misalnya, pabrik semen terbesar di Nusantara ini melakukan inovasi pengembangan energi alternatif dari limbah sampah untuk bahan bakar produksi semen. Terobosan ini menjadi salah satu upaya mengurangi ketergantungan penggunaan bahan baku batu bara yang harganya cenderung naik tiap tahun.

Di sejumlah daerah di Jawa Timur dan Jawa Tengah, PT SG juga telah menggalakkan program Hijau Bumiku. Dengan menyisihkan dana miliaran, PT SG menyalurkan bibit pepohonan mahoni, trembesi, sengon, matoa, hingga jambu mente.

Di ceruk bekas lahan penggalian, PT SG pun membikin program reklamasi, pembangunan area wisata, serta pembangunan daerah tadah hujan yang bermanfaat bagi warga sekitar. PT SG sadar bahwa sebuah keberhasilan pengelolaan lingkungan akan menjadi pilar utama menciptakan pembangunan yang berkelanjutan.

Pada sektor pengendalian, PT SG telah berhasil mendaur ulang limbah beracun PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) untuk disulap menjadi bahan semen. Salah satu anak perusahaan PT SG di Tuban Jawa Timur, bahkan telah melengkapi diri dengan sejumlah teknologi go green, seperti alat pengumpul debu (dust collecting) dan teknologi penyerap hujan asam.

Meski demikian, sederet program sadar lingkungan di atas bukan berarti menuntaskan problem lingkungan secara otomatis. Sebab, pada level paling bawah, spirit PT SG ramah lingkungan itu rupanya masih belum sepenuhnya ditangkap masyarakat. Ini tercermin dari proyek-proyek pembangunan permukiman penduduk oleh developer maupun perorangan yang cenderung mengabaikan standar penggunaan semen. Akibatnya, proyek-proyek itu hanya bertahan dalam tempo singkat. Pemanfaatan semen yang berlebihan pun hanya berkutat pada rehab dan renovasi rumah berjangka waktu pendek. “Saya kira, inilah tantangan PT SG untuk mengedukasi masyarakat dalam membangun rumah yang berwawasan lingkungan,” ujar Sholihin.

Rumah berjangka panjang, menurut Sholihin, bukanlah semata dilihat dari sisi kekuatan bangunan. Namun, juga dari sisi fungsional dan kontekstualitas zaman. Artinya, rumah-rumah itu tetap elegan meski zaman telah berganti berulangkali. Dan ini bukan mustahil untuk diciptakan. “Caranya ialah mempersiapkan secara matang mulai tahap perencanaan,” kata Sholihin.

Ketua Laboratorium Bahan Bangunan Teknik Sipil UNS ini menyebut rumah berjangka panjang itu dengan istilah rumah pracetak. Layaknya sepeda rakitan atau permainan potongan puzzle, rumah pracetak juga demikian wataknya. Semua detail desain bangunan, bahan material, biaya, fleksibelitas ruangan, serta pemasangannya telah disiapkan sejak awal dalam satu paket.

Model rumah seperti ini tak hanya akan membantu para konsumen rumah dalam membayangkan hunian masa depannya. Namun, juga mampu mengontrol penggunaan material bangunan, tak terkecuali penggunaan semen. “Selain itu, konsumen juga bisa mendapatkan gambaran tentang pilihan alternatif rehab atau renovasi rumah tanpa harus membongkar kembali bangunan yang telah ada,” jelasnya.

Selama ini, yang jamak terjadi di masyarakat ialah membangun rumah tanpa perencanaan dan perhitungan yang cermat. Ada rumah dibangun kokoh dan mewah, namun tak memiliki kontekstualitas zaman yang panjang. Akibatnya, rumah yang baru saja dibangun itu, dibongkar lagi demi mengikuti tren zaman. Parahnya lagi, banyak rumah dibangun hanya mengedepankan kekuatan fisik namun mengabaikan tata ruang dan estetika, seperti rumah milik Yesi di atas. Akibatnya, penggunaan semen yang berlebihan sekadar untuk merenovasi kembali rumah. Dan renovasi rumah seperti inilah yang akan terus berdendang di tengah masyarakat.

Ini jelas bertolak belakang dengan spirit PT SG yang selalu mengampanyekan pemanfaatan semen ramah lingkungan. “Saya kira ini tanggung jawab moral para produsen semen untuk mengedukasi masyarakat. Terutama kepada para pengembang perumahan,” paparnya.

Setali dua uang, model rumah pracetak ini pun juga harus diimbangi dengan teknik-teknik pembangunan yang efisien dan tepat guna. Caranya ialah menciptakan terobosan baru dalam pembuatan campuran semen agar penggunaan perekat material itu bisa diminimalkan tanpa harus mengurangi kualitasnya. “Salah satu contohnya ialah dengan campuran sekam padi. Sayang, metode ramah lingkungan ini dari dulu hanya ramai dibahas di seminar-seminar saja,” kritiknya.

Ada banyak bahan alternatif yang bisa dipakai untuk pengganti bahan baku semen. Selain sekam padi, ada silika aktif, pemanfaatan fly ash dan copper slag sebagai bahan baku pengganti pasir besi dalam proses produksi semen. Untuk pemanfaatan  fly ash dan copper slag di atas, PT SG rupanya telah memeloporinya.

Model rumah pracetak memang masih terdengar asing di telinga kita. Namun, model itu bukanlah impian utopia. Sebagai perusahaan semen terdepan milik negara, PT SG selama ini dikenal tak pernah lelah untuk melakukan terobosan-terobosan baru yang berwawasan lingkungan. Dan rumah pracetak adalah mimpi-mimpi yang tak mustahil untuk diwujudkannya. Sama seperti mimpi-mimpi PT SG sebelumnya, mimpi rumah pracetak pun suatu hari juga akan menjelma kenyataan dan menjadi solusi bagi orang-orang berkantong cekak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya