SOLOPOS.COM - Rumah bekas dapur umum dan markas BKR di Kampung Tulung, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang. Saksi sejarah perjuangan kemerdekaan RI. (Suara.com)

Solopos.com, MAGELANG — Rumah bersejarah bekas dapur umum dan markas Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Kampung Tulung, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang, Jawa Tengah, terancam berpindah kepemilikan. Bangunan bersejarah ini dikhawatirkan akan hilang.

Bekas rumah milik Lurah Atmo Prawiro ini menjadi saksi pembantaian warga Kampung Tulung oleh pasukan Jepang pada 29 Oktober 1945. Tercatat 16 warga sipil dan 26 anggota BKR tewas dalam penyerbuan tersebut.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Sebagian warga yang dibunuh tentara Jepang adalah penduduk Kampung Tulung dan Dukuh. Mereka kemudian membuka dapur umum di Kampung Tulung untuk membantu menyediakan makanan bagi para pejuang di rumah yang terancam hilang itu.

Baca juga: Wong Kalang Hidup Kaya Raya di Kotagede Jogja, Rumahnya Mewah

Rumah bersejarah di Magelang beserta tanah seluas 1.040 meter itu kemudian diwariskan kepada anak serta cucu Atmo Prawiro. Beberapa kali turun generasi, rumah itu kini ditempati Dofian Widarso, 68, bersama anak dan ketiga cucunya.

Dari Lurah Atmo Prawiro, rumah itu diwariskan kepada anak perempuannya bernama Saminah. Kemudian diwariskan kepada putra Saminah yang merupakan pensiunan Camat Klirong, Kabupaten Kebumen.

“Terus saya jadi mantu anak yang kelima namanya Roro Windarti tapi sudah meninggal. Tahun 1980 saya tinggal di sini kan punya kakak saya Pak Bambang tapi terus saya beli,” kata Dofian, seperti dilansir Suara.com, Rabu (10/11/2021).

Baca juga: Suku Kalang Lebih Sakti dari Suku Dayak, Begini Kisahnya

Dofian sempat memperbaiki sebagian rumah pada 2006. Rumah yang dulu berdinding papan dan anyaman bambu itu diganti dengan tembok.

“Dulu masih papan sama gedek kulitan. Terus saya renovasi, tapi tiang-tiangnya enggak saya robah karena kasihan sejarahnya hilang. Lama-lama kalau papan pasti rusak,” paparnya.

Sekitar tahun 2013, keluarga Dofian mendapat musibah. Istrinya menderita kanker sehingga harus menjalani tiga kali operasi dan dirawat di RS dr Sardjito, Yogyakarta. Hal ini membuat Dofian terpaksa meninggalkan pekerjaan hingga terlilit utang.

“Kami butuh uang untuk berobat dan sebagainya. Semua mobil sudah terjual. Ada truk, Colt L300, Brio, semua dijual,” ujarnya.

Baca juga: Duh! Gegara Penyiksaan Anjing, Pria di Magelang Doakan Aceh Tsunami

Rumah Dijual

Meski semua kendaraan telah dijual, utang di bank belum juga lunas. Dofian kemudian menjual rumah bersejarah dan tanah warisan di Kampung Tulung, Magelang kepada salah seorang temannya

Dofian mengaku terpaksa menjual rumah karena terdesak utang untuk mengobati istrinya. Dia boleh menempati rumah itu hingga pembayaran dilunasi.

Sebagian uang dipakai Dofian untuk membangun rumah baru di sebelah rumah bekas dapur umum Kampung Tulung.

“Yang penting saya itu (penginnya) yang beli pemerintah daerah boleh atau negara. Tapi bukan perorangan. Saya senengnya gitu,” ucapnya.

Baca juga: Kisah Sedih Ibu asal Magelang, Diabaikan Anak, Dikirim ke Panti Jompo

Diusulkan Jadi Cagar Budaya

Warga Kampung Tulung pernah mengajukan status rumah bekas dapur umum dan markas BKR ini sebagai bangunan cagar budaya. Mengingat nilai sejarah Indonesia yang melekat pada rumah tersebut.

Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Magelang, Sugeng Priyadi, mengatakan ada beberapa kendala yang menghambat penetapan rumah bekas dapur umum Kampung Tulung menjadi bangunan cagar budaya. Apalagi rumah itu sudah pernah direnovasi.

“Secara banguan ada perubahan. Ketika terjadi perubahan, status cagar budaya dari sisi bangunan menjadi tanda tanya. Itu yang sampai sekarang menjadi kendala mengapa bangunan ini belum ditetapkan menjadi cagar budaya,” ujar Sugeng.

Baca juga: Terkuak! Wong Kalang Ternyata Arsitek Andalan Kerajaan Mataram

Menurut Sugeng, penetapan cagar budaya bisa dilihat melalui fisik bangunan dan kawasan. Kampung Tulung jelas telah menjadi kawasan cagar budaya. Sedangkan bangunan rumah masih meragukan.



“Ini masih dalam proses uji publik. Tim ahli mengatakan bahwa ini memang kawasan bersejarah. Tapi untuk mengatakan rumah ini sebagai cagar budaya, secara persyaratan tadi ada kendala,” kata Sugeng.

Terkait kemungkinan rumah bersejarah di Magelang berpindah kepemilikan, Sugeng menjelaskan selama bangunan dimiliki oleh pribadi tidak ada larangan untuk dijual. Pemerintah hanya memastikan bahwa keaslian bentuk bangunan cagar budaya tidak berubah.

Baca juga: Suku Kalang Lebih Sakti dari Suku Dayak, Begini Kisahnya

“Hal itu yang kami pantau. Secara prinsip (bangunan) cagar budaya dimiliki siapapun kan nggak masalah yang penting itu cagar budaya. Siapa yang memiliki punya kewajiban terikat dengan UU Cagar Budaya,”ujar dia.

Saat ini Pemkot Magelang belum memiliki anggaran untuk membeli dan menguasai rumah dapur umum Kampung Tulung.

“Yang penting sekarang kita menjaga ini. Dari sisi rekaman sejarah tadi. Kayu, tiang rumah, bagian dari masa lalu yang harus kita jaga,” paparnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya