SOLOPOS.COM - Peserta kelas komputer berbayar sampah memperhatikan pemateri yang tengah mengajar di Rumah Baca Sang Petuang di Desa Tirtisworo, Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri. Foto diambil belum lama ini (Istimewa/Rumah Baca Sang Petualang)

Solopos.com, WONOGIRI — Prihatin dengan tingkat literasi digital masyarakat yang masih rendah, Rumah Baca Sang Petualang di Desa Tirtosworo, Kecamatan Girowoyo, Kabupaten Wonogiri mengadakan kelas komputer berbayar sampah.

Pendiri Rumah Baca Sang Petualang, Wahyudi, 42, mengatakan ide awal mengadakan kelas komputer berbayar sampah tercetus pada 2020. Saat itu ia melihat kondisi masyarakat Desa Titrosworo yang terbilang masih rendah tingkat literasinya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Oleh karena itu, ia mencoba membuka kelas komputer untuk masyarakat umum. Mereka yang ingin mengikuti kelas tersebut dipersilakan membawa sampah jenis apa pun. Ia tidak memberi ketentuan berapa banyak sampah yang harus dibawa warga.

“Kami melihat, ternyata masyarakat di sini [Desa Tirtosworo] masih sangat awam dengan komputer. Anak-anak SD-SMP pun banyak yang belum pernah menyentuh komputer. Bahkan untuk menyalakan komputer saja banyak dari mereka yang belum tahu,” kata Wahyudi saat dihubungi Solopos.com, Sabtu (21/5/2022).

Mereka yang mengikuti kelas diajarkan dasar-dasar pengoperasian komputer. Mulai dari menyalakan komputer, menggunakan aplikasi-aplikasi dasar seperti Microsoft Office, bagaimana cara menyimpan tugas, hingga mematikan komputer. Meski materi yang diajarkan masih tahap dasar, nyatanya banyak dari mereka terbantu dengan kelas komputer tersebut.

Baca Juga: Ratusan Buku Belanda di Museum Radya Pustaka Jarang Dibaca, Ini Isinya

Menurut Wahyudi, anak-anak sekolah yang mengikuti kelas itu menjadi lebih paham materi yang diajarkan di sekolah. Mereka merasa terbantu sebab materi yang diberikan sinkron dengan materi sekolah.

“Sebenarnya kalau dilihat dampaknya, belum terlalu terlihat. Tapi dari pengakuan anak-anak yang mengikuti kelas, mereka merasa terbantu dan sudah mengerti. Terbukti dari tugas-tugas yang diberikan, mereka selalu mengerjakan dengan baik,” tutur Wahyudi.

Kelas komputer Rumah Baca Sang Petualang sempat terhenti saat pandemi Covid-19 mewabah. Kemudian baru dibuka kembali saat Ramadan 2022 lalu.

Sementara ini, peserta kelas komputer baru diikuti anak-anak SD-SMP. Namun, Rumah Baca Sang Petualang tidak membatasi umur. Mereka terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung belajar komputer. Yang penting datang dan membawa sampah.

Baca Juga: Pemkab Wonogiri Berniat Hentikan PTM Terbatas, Lo… Kenapa?

 Pemateri atau pengajar kelas komputer biasanya dari Ikatan Mahasiswa Prestasi (Imapres) Wonogiri. Komputer atau laptop yang digunakan sebagai pengajaran pun disediakan para Imapres. Rumah Baca Komputer baru mempunyai enam laptop, hibah dari Smartfren.

“Biasanya satu laptop untuk dua orang. Memang belum bisa menyediakan untuk satu per satu, tapi setidaknya mereka masih bisa mengakses dan masih bisa belajar,” ujar dia.

Wahyudi berharap masyarakat akan memanfaatkan kelas komputer itu dengan maksimal. Ia ingin tingkat literasi digital masyarakat Wonogiri bisa meningkat. Pasalnya, dewasa ini segala lini kehidupan sudah terdigitalisasi. Jika masyarakat tidak mau belajar, maka dipastikan akan tertinggal zaman.

Sampah Diolah Jadi Baran Bernilai Guna

Sementara sampah yang dibawa peserta didaur ulang menjadi barang-barang yang mempunyai nilai guna. Misalnya paving block dari sampah plastik, tas keranjang dari plastik saset, atau pot tanaman dari botol bekas.

Baca Juga: Meriah! Pelaksanaan Karya Potensi Akademik di Disdikbud Wonogiri

Sebagai informasi, Rumah Baca Sang Petualang sudah berdiri sejak 2015. Wahyudi mengawalinya kala itu dengan cara mengumpulkan buku bacaan yang ia dapat dari Jakarta.

Ia selalu menyisihkan uangnya untuk membeli buku-buku bacaan. Kadang Wahyudi juga berkoordinasi dengan paguyuban perantau Wonogiri untuk membelikan buku untuk anak-anak di kampung.

“Dulu saya bahkan selalu mengikuti acara Kick Andy. Sebab di sana diberi buku setiap selepas acara. Dari situ saya bisa mengumpulkan seratusan buku. Saya bawa ke desa. Kemudian saya bangun rumah baca seadaanya. Rak dari kardus, lantai masih tanah, sangat sederhana,” jelasnya

Saat ini Rumah Baca Sang Petualang sudah berkembang. Koleksi buku bacaan yang terdaftar sudah mencapai ribuan. Menurutnya, pemerintah desa dan daerah sudah cukup memerhatikan Rumah Baca Sang Petualang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya