SOLOPOS.COM - Ilustrasi bayi (freepik)

Solopos.com, SRAGEN — Seorang bocah perempuan yang masih duduk di Kelas I SMP di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah diduga mengalami kekerasan seksual hingga hamil dan melahirkan bayi laki-laki sepekan yang lalu.

Belum diketahui siapa ayah bayi laki-laki yang dilahirkan dari rahim bocah 13 tahun itu. Kasus tersebut dalam penyelidikan aparat kepolisian setempat. Mereka berencana melakukan tes DNA untuk mengetahui siapa laki-laki yang harus bertanggung jawab atas kehamilan siswi SMP itu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Seorang tetangga yang mendampingi keluarga korban saat melapor ke Polres Sragen, Y, menerangkan bahwa warga sekitar resah. Korban hamil tanpa diketahui siapa ayah dari bayi tersebut. Y menyampaikan itu saat ditemui wartawan di balai desa setempat, Senin (13/6/2022).

Keluarga korban melapor ke Mapolres Sragen pada Maret 2022. Saat itu korban dalam kondisi hamil. Y mengatakan saat membuat laporan ke Polres, bapak tiri korban, kakek korban, ibu korban, dan beberapa saudara korban ikut mendampingi.

Saat itu, jelas dia, yang dimintai keterangan polisi hanya bapak tiri dan ibu kandung korban. Muncul informasi bahwa korban diduga mengalami pencabulan pada Agustus 2021 lalu. Namun, belum ada keterangan siapa yang mencabuli korban.

Baca Juga : Miris, Bocah 13 Tahun di Sragen Melahirkan Bayi, Ayahnya Misterius

“Karena tidak ada kejelasan, kemudian saya dan warga lainnya mengadu ke polsek setempat. Dari pihak polsek kaget karena pihak keluarga korban sudah membuat laporan ke Polres Sragen tanpa ada pemberitahuan ke polsek,” ujar Y.

“Saya tanya lagi ke keluarga dan katanya sudah diperiksa Polres. Sebulan lalu, saya tanyakan ke Polres Sragen. Dari pihak Polres diminta menunggu bayi yang dikandung anak itu lahir untuk selanjut dilakukan tes DNA,” imbuhnya didampingi Ketua RW, T, dan perangkat desa setempat.

Tes DNA Mandiri

Y menerangkan korban melahirkan bayi laki-laki sepekan lalu. Untuk tindak lanjutnya, ujar Y, dia berencana mengajak keluarga korban memberitahukan tentang kelahiran bayi itu kepada Polres Sragen.

Di sisi lain, menurut Y, kakek korban bersedia melakukan tes DNA mandiri bila tidak ada kejelasan tindak lanjut dari Polres Sragen. Ketua RW tempat korban tinggal, T, menjelaskan korban diketahui secara fisik hamil pada Januari 2022 lalu.

Baca Juga : Warga Tak Sabar Pada Penyelidikan Kasus Bocah SMP Melahirkan di Sragen

“Saat kejadian itu [pencabulan] kemungkinan [korban] masih sekolah dasar karena diketahui hamil itu Januari 2022. Sekarang sudah melahirkan sepekan yang lalu, normal. Bayinya laki-laki dan semua normal, tidak cacat,” tuturnya.

“Kami terbatas untuk informasi dari pihak berwenang. Kemudian untuk urusan kepolisian, warga membentuk sukarelawan untuk mendampingi sampai kasus itu tuntas,” imbuhnya.

Warga mengaku tak sabar dengan progres penyelidikan oleh aparat Polres Sragen. Bahkan, mereka menganggap progresnya tak jelas. Warga menilai tidak ada kejelasan proses hukum dari Polres Sragen.

“Pemeriksaan dilakukan dua kali setahu saya. Keluarga korban yang dimintai keterangan, seperti simbahnya, bapak tirinya, ibunya, dan korban sendiri. Pengambilan visum juga sudah dilakukan,” kata T, Senin (13/6/2022).

Sementara itu, Kapolres Sragen, AKBP Piter Yanottama, melalui Kasi Humas, AKP Suwarso, mengatakan kasus itu ditangani Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Satreskrim. Menurutnya kasus ini masih penyelidikan karena minim saksi.

Baca Juga : Kakek dari Bocah SMP di Sragen yang Melahirkan Siap Biayai Tes DNA

Polisi Periksa 8 Saksi

“Saksi-saksi yang sudah diperiksa sebanyak delapan orang. Delapan orang itu yang dekat dengan korban. Pemeriksaannya di Polres Sragen,” ujarnya.

Suwarso mengatakan Unit PPA akan berkoordinasi dengan dinas terkait untuk melakukan tes DNA terhadap korban dan orang terdekat. Dia mengatakan hasil tes DNA itu akan membantu dalam pengungkapan kasus itu. Tetapi, biaya untuk tes DNA itu cukup mahal.

Ditemui secara terpisah, pihak keluarga korban belum mau memberikan keterangan saat wartawan dan bayan setempat berkunjung ke rumah korban, Senin siang.

Anggota DPR RI, Luluk Nur Hamidah, saat ditemui wartawan di Rumah Aspirasinya Kauman, Sragen Wetan, Sragen, akhir pekan lalu memberikan komentar perihal kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kabupaten Sragen, Jateng.

Baca Juga : Kakek Bocah SMP Yang Melahirkan Siap Biayai Tes DNA, Segini Biayanya

Luluk mendorong Polres Sragen menggunakan hukum acara dalam UU No.12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam penanganan kasus kekerasan seksual di Sragen. Termasuk, pada kasus bocah SMP yang melahirkan bayi laki-laki itu.

UU tersebut, kata Luluk, berperspektif terhadap korban, termasuk memberi perlindungan dan pendampingan psikologis. Luluk menerangkan UU tersebut juga memperhatikan apa yang dibutuhkan korban agar survive dan lepas trauma, mendapatkan akses keadilan, dan mendapatkan restitusi yang dijamin UU.



“Kami berharap polisi di Sragen tak segan-segan menggunakan hukum acara dalam UU TPKS. Dalam perlindungan bukti dan saksi bisa menengok di ketentuan UU tersebut. Jadi dalam UU itu menjelaskan korban juga sebagai saksi kunci. Pengakuan korban dan satu alat bukti visum sudah cukup untuk memproses lebih lanjut,” jelas Luluk.

Diproses 1 x 24 Jam

Luluk menjelaskan bila pengakuan korban diragukan maka polisi bisa mendatangkan saksi ahli untuk menilai korban dan kesaksian korban. Dia mengatakan polisi harus memproses dalam waktu 1×24 jam sejak ada aduan atau laporan karena tidak boleh ada laporan terkait TPKS yang diabaikan.

Baca Juga : Siswi SMK di Sragen Diduga Diperkosa Saat Praktik Kerja Lapangan

Setelah itu, ujar dia, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan tim pelayanan terpadu pemerintah harus mendampingi korban, melakukan asesmen psikologis, dan memberi perlindungan yang dibutuhkan korban. Perlindungan secara fisik maupun psikis atau bahkan sampai pada rumah aman bila ada ancaman.

Luluk menerangkan LPSK bisa menghitung restitusi yang bisa dibayarkan untuk korban apabila sudah ada ketetapan hukum. Restitusi ini, ujar dia, yang membayar pelaku untuk korban melalui pengadilan mulai dari visum, psikis, ekonomi bila keluarga sampai kehilangan pekerjaan, dan seterusnya.

Dalam persoalan kekerasan seksual, lanjutnya, diharapkan masyarakat bisa bersimpati kepada korban apalagi korban di bawah umur. Masyarakat juga bisa waspada dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.

Selain itu masyarakat juga dapat memberi bantuan untuk korban dan keluarga, jangan menjauhi, memberi stigma, bahkan jangan sampai menyingkirkan, dan seterusnya. “Masyarakat wajib untuk meringankan beban korban dan keluarga korban.”

Baca Juga : Anak Korban Pemerkosaan asal Sukodono Sragen Jalani VeRP

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya