SOLOPOS.COM - Sapardi Djoko Damono. (Bisnis.com)

Solopos.com, SOLO – Kabar duka datang dari dunia sastra Tanah Air. Sastrawan ternama Indonesia, Sapardi Djoko Damono, berpulang, Minggu (19/7/2020) pagi.

Dia mengembuskan napas terakhir di usia 80 tahun di Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan, Minggu pagi pukul 09.17 WIB. Kabar tersebut tersiar lewat pesan berantai yang diterima Solopos.com. Sepekan ini dia dirawat di rumah sakit dan masuk ICU karena kondisi tubuhnya menurun.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Penyair kondang itu lahir di Solo, Jawa Tengah, 20 Maret 1940. Dia dikenal aktif sebagai sastrawan sejak 1958 sampai akhir hayat.

Tambah 10 Pasien Positif, Klaten Catat 102 Kasus Covid-19 

Dikutip dari Wikipedia, dia gemar menulis berbagai karya sejak di bangku SMP. Dia telah menulis sejumlah karya yang dikirimkan ke majalah.

Kegemarannya menulis berkembang pesat saat menempuh pendidikan bidang bahasa Inggris di Universitas Gadjah Mada Jogja. Pada 1973 dia pindah dari Semarang ke Jakarta dan menjadi direktur pelaksana Yayasan Indonesia yang menerbitkan majalah sastra, Horison.

Seluk Beluk Prostitusi Artis, Ada Kelas dan Tarif Khusus

Sejak 1974 dia mengajar di Fakultas Sastra [sekarang Fakultas Ilmu Budaya] Universitas Indonesia. Dia pernah menjabat sebagai dekan FIB UI pada 1995-1999 dan menjadi guu besar. Dia pun aktif mengajar di sekolah pascasarjana Institut Kesenian Jakarta.

Dikutip dari Ensiklopedia.kemendikbud.go.id, Sapardi Djoko Damono bukan hanya dikenal sebagai penyair, tetapi juga dosen, pengamat, kritikus, dan pakar sastra Indonesia. Dia merupakan anak sulung pasangan Sadyoko dan Saparian yang berasal dari Ngadijayan.

Mayat Bayi Ngambang di Sungai Senuk Boyolali, Sempat Dikira Bangkai Hewan

Masa Kecil

Dia menikah dengan Wardiningsih dan dikaruniai dua anak bernama Rasti Sunyadani dan Rizki Henriko.

Sapardi Djoko Damono menghabiskan masa kecilnya di Solo. Dia menempuh pendidikan Sekolah Rakyat Kraton Kasatriyan di Baluwarti, SMPN 2 Solo, dan SMAN 2 Solo. Dia kemudian melanjutkan kuliah di jurusan bahasa Inggris Universitas Gadjah Mada Jogja. Dia pernah memperdalam pengetahuan tentang humanities di University of Hawaii, Amerika Serikat, pada 1970-1971.

Pada 1989 dia mendapat gelar doktor ilmu sastra. Pada 1995 dia dikukuhkan sebagai guru besar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.

Geger! Kelelawar Oranye Masuk ke Rumah Warga di Ceper Klaten 

Dia diketahui menjadi dosen di sejumlah kampus ternama di Indonesia, mulai dari IKIP Malang, Universitas Diponegoro Semarang, hingga Universitas Indonesia. Dia juga termasuk salah satu konsultan Badan Bahasa Kemendikbud.

Sapardi juga tercatat sebagai direktur pelaksana Yayasan Indonnesia yang menerbitkan majalah sastra, Horison, pada 1973-1980.

Penghargaan

Peranan Sapardi Djoko Damono dalam kehidupan sastra Indonesia sangat penting. A. Teeuw dalam bukunya Sastra Indonesia Modern II (1989) menyatakan bahwa Sapardi adalah seorang cendekiawan muda yang mulai menulis sekitar tahun 1960.

Sebagai pakar sastra, dia menulis banyak karya di bidang sastra maupun karya ilmiah. Tulisannya yang paling terkenal adalah puisi Hujan Bulan Juni yang diterbitkan pada 1994 dan difilmkan pada 2017 lalu.

Kisah Suroto Magelang, 10 Tahun Kurung Diri di Kamar Sejak Erupsi Merapi Tak Pernah Mandi

Berbagai penghargaan di bidang sastra telah diterimanya di tingkat nasional hingga internasional. Pada 1986 dia meraih penghargaan sastra tingkat ASEAN, SEA Write Award. Pada 2003 dia diganjar penghargaan The Achmad Bakrie Award for Literature. Pada 2012 lalu dia mendapat penghargaan dari Akademi Jakarta.

Selamat jalan Sapardi Djoko Damono....

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya