SOLOPOS.COM - Puncak Natas Angin, Pegunungan Muria, Kabupaten Kudus (Instagram/@explorekudus)

Solopos.com, KUDUS — Gunung Muria yang membentang di tiga kabupaten di Jawa Tengah, yakni Kabupaten Kudus, Kabupaten Pati dan Kabupaten Jepara memiliki kisah menarik, mulai dari awal keberadaannya hingga sekarang. Perlu diketahui bahwa dulunya gunung ini berdiri di pulau vulkanik yang terpisah dari daratan Pulau Jawa.

Dihimpun dari sebuah laman akademis, Senin (14/2/2022), riwayat geologis Gunung Muria yang sebelumnya terpisah dari daratan Pulau Jawa ini dijumpai dalam beberapa kajian ilmiah, salah satunya kajian karya De Graaf dan Pigeaud dalam bukunya yang berjudul Kerajaan-Kerajaan Islam di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Dalam buku tersebut, pernah menyinggung tentang Selat Muria ketika menggambarkan ekologi letak Demak. Pada zaman dahulu, Distrik Demak terletak di pantai selatan yang memisahkan Gunung Muria dari Jawa. Selat Muria tersebut agak lebar dan dapat dilayari oleh kapal-kapal dagang dari Semarang yang hendak melintas untuk menuju ke Rembang. Tetapi setelah abad ke-17, jalur Selat Muria tersebut tidak dapat dilewati lagi.

Baca juga: Daftar 9 Calon Provinsi Baru di Pulau Jawa: Muria Raya-Blambangan

Bersatu dengan Daratan Pulau Jawa

Seperti yang sudah diberitakan Solopos.com sebelumnya, Selat Muria merupakan perairan purba yang kemudian mengalami pendangkalan dari porses sedimentasi material akibat letusan Gunung Muria yang mengakibatkan longsoran yang membawa material vulkanik.

Selain itu, material dari sungai-sungai yang bermuara di daerah yang sekarang dikenal dengan Grobogan, Demak, Kudus dan Pati yang juga membawa material sedimentasi semakin menambah proses penyempitan perairan purba tersebut.

Proses sedimentasi yang bermula dari abad ke-13 ini berlangsung hingga abad ke-17 di mana perairan Selat Muria tersebut sudah hilang akibat penumpukan material sedimentasi hingga akhirnya Gunung Muria yang dulunya terpisah dari daratan pulau Jawa, menyatu menjadi satu daratan dan menjadi kota-kota pantai utara (pantura) Jawa tengah, yaitu Jepara, Kudus, dan Pati.

Seiring berjalannya waktu, Gunung Muria menjadi banyak jujukan, salah satunya adalah jujukan pendakian. Tinggi Gunung Muria yang hanya 1.602 meter di atas permukaan laut (mdpl) ini menjadi tempat para pendaki gunung baru untuk menjajal pengalaman pertama dalam petualangan pendakian gunung.

Baca juga: Wisata Ranto Canyon, Surga Tersembunyi di Brebes

Jujukan Pendakian

Berdasarkan ulasan dari seorang naravlog di kanal Youtube-nya, jalur pendakian menuju puncak Gunung Muria terbilang stabil dan waktu yang ditempuh juga lumayan pendek, yaitu sekitar hampir empat jam saja, di mana normalnya untuk mencapai puncak gunung dibutuhkan waktu minimal sekitar enam jam pendakian.

Meskipun demikian,tekstur  jalan pendakian di Gunung Muria ini masih berupa bebatuan dan jalurnya setapak sehingga para pendaki harus tetap hati-hati saat menyusuri akses menuju puncak Gunung Muria, khususnya saat hujan lebat turun karena medannya licin.

Namun ada ruas jalan yang sudah disemen karena diperuntukan bagi warga setempat yang berprofesi sebagai petani kopi untuk melakukan aktivitas mereka. Selain itu, gunung ini juga memiliki sisi mistis di mana banyak ditemukan banyak petilasan dari tokoh pewayangan, pemuka agama hingga Presiden RI yang pertama.

Baca juga: Profil Muria Raya yang Diusulkan jadi Provinsi Baru

Setiap bulan Suro atau Muharam tiba, banyak peziarah yang sering datang ke tempat-tempat petilasan tersebut untuk menaikan doa. Setelah mereka berziarah, mereka akan mengambil air suci yang dianggap sebagai berkah bagi para peziarah.

Gunung Muria ini juga dikenal dengan tujuh puncaknya yang indah atau 7 Summit of Muria yang sudah dikenal oleh kalangan pendaki. Tujuh puncak tersebut di antaranya ada Natas Angin, Puncak Songolikur, Agro Kiloso, Abiyoso, Agro Jembangan, Candi Angin dan Temulus.

Gunung Muria merupakan salah satu gunung di Jawa yang berhubungan dengan zona subduksi berumur Miosen, bukan zona subduksi yang aktif (seperti Gunung Merapi atau Gunung Kelud), dengan Zona Wadati–Benioff sedalam sekitar 400 kilometer. Meskipun demikian, aktivitas magmatik setidaknya diketahui masih ada di bawah gunung yang terdeteksi di tahun 2000 silam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya