SOLOPOS.COM - Ilustrasi razia motor (JIBI/Solopos/Dok)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/dok)

SOLO – Mulai Januari ini, polisi telah menghentikan razia di jalanan karena dinilai tidak efektif membuat masyarakat sadar berlalu lintas. Bagaimana tanggapan masyarakat?

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Salah satu pengendara sepeda motor, Kristanto, 26, warga Jagalan, Jebres, Solo, menyambut baik kebijakan itu. Sebab meski sudah mematuhi peraturan dan melengkapi surat berkendara namun polisi kerap mencari-cari alasan. Misalnya, menyebutkan bodi motor tidak sesuai spek sehingga dianggap melanggar dan lainnya.

“Razia kendaraan umumnya mengganggu perjalanan, apalagi pas kondisi sibuk dan harus cepat-cepat sampai lokasi kerja. Kalau beneran dihapus ya saya senang,” ujarnya kepada Espos Sabtu (21/1/2012). Hal yang sama juga diungkapkan Sulistyawati, 19, warga Sragen. Mahasiswi perguruan tinggi di Solo ini mengaku trauma. “Saya sebal kalau ingat razia. Sebab saya pernah ditilang dan akhirnya harus titip bayar denda saat itu juga ke polisi karena lupa membawa surat kendaraan bermotor,” ujarnya.

Kebijakan penghentian razia kendaraan bermotor juga diapresiasi Sudaryanto, 40, warga Banjarsari, Solo. Ia menilai razia kendaraan selama ini menjadi momok menakutkan bagi sebagian pengendara bermotor sehingga langkah baru polisi tersebut harus didukung.

Meski begitu, ia sepakat polisi harus tetap menertibkan pengendara kendaraan bermotor yang melanggar peraturan untuk menjaga ketertiban di jalan. “Ada razia saja masih banyak pengendara yang melanggar, apalagi tidak ada razia,” ujarnya.

Selama ini, masyarakat sudah mengenal sejumlah lokasi tempat razia atau yang biasa disebut mokmen dilakukan. Selain depan Stadion Manahan, beberapa lokasi di Solo yang sering dijadikan titik razia seperti di Pasar Oleh-oleh Jongke, Jl Ahmad Yani depan pom bensin Balekambang; Jl Ahmad Yani depan Terminal Tritonadi, Gilingan, Banjarsari; depan kompleks travel Gilingan, Banjarsari; Jl Ir Sutami tepatnya setelah jembatan Jurug; Jl Veteran setelah RM Nikmat Rasa dan Jl Yos Sudarso tepatnya di perbatasan Solo-Sukoharjo, Tanjung Anom, Grogol serta Jl Bayangkara tepatnya depan kediaman pemilik Batik Danarhadi.

Terkait langkah Satlantas menghentikan mokmen, pengacara Solo, Muhammad Taufiq, menilai seharusnya polisi memperbaiki produk layanannya terlebih dahulu. Produk layanan kepolisian harus bisa diakses akuntabilitasnya agar peran polisi sebagai pelayan masyarakat bisa tercapai.

Jika ingin melakukan tindakan preventif menurunkan angka kecelakaan maupun penertiban lalu lintas, langkah yang efektif justru dengan melakukan penyuluhan ke sekolah seperti anak di bawah umur dilarang menggunakan kendaraan bermotor dan mentransformasikan peraturan lainnya.

“Selama ini razia kendaraan tidak dipetakan oleh polisi sehingga tidak efektif karena tidak menjaring sasaran. Tapi, kalau sasarannya jelas di situ rawan terjadi pelanggaran seperti di depan ATM, tempat keramaian, tempat parkir yang tidak layak atau gang motor itu lebih efektif karena sasarannya teridentifikasi,” ujarnya.

Mengenai razia yang digelar untuk menjaring penjahat di tempat umum ia khawatir hal tersebut justru akan menimbulkan gejolak di masyarakat sehingga ketika melihat polisi masyarakat menjadi takut. “Jika razianya seperti itu nanti penjahat bisa membaca atau mengetahui polanya polisi. Saya berharap polisi tidak membuat langkah blunder,” imbuhnya.

JIBI/SOLOPOS/Lutfiyah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya