SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Semarangpos.com, SEMARANG — Sekitar 100-an penggiat pendidikan alternatif dari berbagai daerah di Tanah Air berkumpul di Kota Semarang, Jawa Tengah (Jateng), Jumat-Minggu (26-28/10/2018). Mereka berkumpul guna menghadiri Pertemuan Nasonal II Jaringan Pendidikan Alternatif (JPA).

Koordinator Pertemuan Nasional II JPA, Susilo Adinegoro, mengatakan selama ini pendidikan alternatif atau non formal masih sering diabaikan oleh kebijakan-kebijakan pemerintah. Meski demikian, pendidikan alternatif terus berkembang dan bahkan mulai menjadi tren karena menggunakan metode pembelajaran memerdekakan anak.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Kewajiban konstitusional pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejauh ini masih berputar pada kebijakan penyediaan akses pendidikan formal anak-anak saja,” terang Susilo saat menggelar jumpa pers di Wisma Perdamaian (Wisper), Kota Semarang, Jumat.

Selama tiga hari menggelar kegiatan, JPA akan mengisi dengan berbaga acara, seperti Seminar Nasional Kebangsaan, Kongres Penggiat Pendidikan Alternatif, dan Kongres Merdeka. Tak kurang perwakilan dari sekitar 70 lembaga pendidikan alternatif dari berbagai daerah hadir dalam kegiatan ini.

Mereka pertama-tama mengikuti seminar nasional yang menghadirkan empat pembicara, yakni Direktur Jenderal PAUD dan Penmas Kemendikbud, Harris Iskandar; praktisi pendidikan dari STG Driyakara, Rama A. Setyo Wibowo; pengamat ekonomi, Faisal Hasan Basri; dan penggiat pendidikan alternatif dari Sanggar Anak Alam (Salam) Yogyakarta, Toto Raharjo.

“Secara umum tujuan pertemuan ini untuk mendorong pemerintah lebih memperhatikan dan memfasilitasi pendidikan alternatif. Mendorong penyelenggara pendidikan alternatif lebih menunjukkan akuntabilitas kepada publik, serta memperkuat jaringan,” imbuh Susilo.

Setelah seminar, para peserta nantinya akan mengikuti Kongres Pendidikan Alternatif dan Kongres Anak Merdeka. Kegiatan ini akan dipusatkan di Desa Wisata Genting, Kabupaten Semarang.

Para narasumber Seminar Nasional Kebangsaan yang digelar Jaringan Pendidikan Alternatif tengah berdiskusi di Wisma Perdamaian, Semarang, Jumat (26/10/2018). (Semarangpos.com-Imam Yuda S.)

“Ada 30 anak. Mereka akan belajar dan tinggal di rumah-rumah penduduk Desa Genting. Di mana warga setempat banyak berprofesi sebagai pembudidaya jamur, tanaman hias, kopi, dan pembuat makanan tradisional,” jelas Susilo.

Sementara itu, Harris Iskandar menilai pendidikan alternatif, seperti home schooling saat ini telah menjadi tren. Meski demikian, masyarakat masih takut mengikutkan anaknya ke home schooling karena dianggap mahal.

“Apalagi di perkotaan, saat ini home schooling sudah menjadi pilihan orang tua. Meski begitu, memang saat ini masih ada ketakutan bahwa home schooling mahal,” terang Harris.

KLIK dan LIKE di sini untuk lebih banyak berita Semarang Raya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya