SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/Dok)

Pertanian Sukoharjo ini terkait sawah bera.

Solopos.com, SUKOHARJO – Ratusan hektare lahan pertanian di Sukoharjo bagian selatan mulai tak ditanami alias bera selama musim kemarau. Kondisi ini dipengaruhi menyusutnya debit air embung yang memasok air ke areal persawahan.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Terdapat beberapa embung di Sukoharjo bagian selatan seperti Kecamatan Weru, Nguter, dan Bulu. Embung-embung itu diandalkan memasok air ke lahan pertanian selama musim kemarau. Saat musim kemarau, debit air embung berkurang drastis secara perlahan-lahan. Alhasil, pasokan air ke lahan pertanian makin minim.

“Sebagian besar sawah sudah tak ditanami padi karena tak ada pasokan air. Sekarang sudah memasuki musim kemarau,” kata seorang petani asal Desa Juron, Kecamatan Nguter, Abdul, Jumat (1/9/2017).

Biasanya, embung mengering saat puncak musim kemarau. Kala itu, mayoritas lahan pertanian bera lantaran tak ada pasokan air. Para petani memilih tidak menanami sawahnya lantaran tak ada pasokan air selama musim kemarau. Mereka khawatir gagal panen atau puso apabila nekat bercocok tanam saat musim kemarau.

Abdul memperkirakan puncak musim kemarau terjadi pada Oktober mendatang. “Kami tak mau merugi besar karena bercocok tanam saat musim kemarau. Kondisi geografis Sukoharjo bagian selatan hampir serupa dengan Kabupaten Wonogiri,” papar dia.

Selama musim kemarau, para petani beralih pekerjaan menjadi buruh serabutan atau membuka usaha kecil-kecilan. Hal ini dilakukan untuk menyambung hidup keluarganya. Saat turun hujan, para petani kembali menanam benih tanaman padi di sawah.

Sebagian besar petani hanya bercocok tanam di sawah selama dua kali masa tanam (MT). “Maksimal hanya dua kali MT dalam setahun. Enggak bisa tiga kali MT karena kesulitan mendapatkan pasokan air ke sawah saat musim kemarau,” tutur Abdul.

Hal senada diungkapkan petani asal Desa Celep, Kecamatan Nguter, Wahyudi. Dia tak mau berspekulasi dengan menanam tanaman padi saat musim kemarau. Wahyudi dan sebagian petani lainnya memilih membiarkan sawahnya tak ditanami sejak pertengahan Agustus. Minimnya pasokan air ke lahan pertanian menjadi pemicu utama lahan pertanian bera.

Menurut Wahyudi, beberapa kelompok tani menggunakan pompa air untuk mengairi lahan pertanian. “Kendati memanfaatkan pompa air namun hasilnya belum maksimal karena kondisi tanah cukup gersang. Lebih baik sawah dibiarkan bera dan menunggu datangnya musim penghujan,” papar dia.

Terlebih, tak ada pasokan air dari Dam Colo selama sebulan. Dam Colo bakal ditutup untuk kegiatan pemeliharaan rutin mulai 1 Oktober hingga 31 Oktober 2017. Alhasil, para petani harus mencari sumber air lainnya untuk mengairi lahan pertanian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya