SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Ramadan 2015 kali ini membahas waktu terbaik untuk beriktikaf.

Solopos.com, SOLO – Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beriktikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Laman Muhammadiyah.or.id mengutip Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/1699 menjelaskan iktikaf secara bahasa berarti menetap pada sesuatu. Sedangkan secara syar’i, iktikaf berarti menetap di masjid dengan tata cara yang khusus disertai dengan niat.

Ibnu Mundzir dalam Al Mughni, 4/456 menjelaskan Para ulama sepakat bahwa iktikaf itu sunnah, bukan wajib kecuali jika seseorang mewajibkan bagi dirinya bernadzar untuk melaksanakan iktikaf.

Ekspedisi Mudik 2024

Hal ini berdasarkan HR. Bukhari no. 2044 berdasarkan riwayat yang dikemukakan Abu Hurairah,” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa beri’tikaf pada bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Namun pada tahun wafatnya, Beliau beri’tikaf selama dua puluh hari.”

Dikutip dari laman Konsultasisyariah, Selasa (30/6/2015), mayoritas ulama berpendapat, orang yang hendak melakukan iktikaf selama 10 hari terakhir Ramadhan dianjurkan memulai sebelum matahari terbenam di hari puasa ke-20.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf pada sepuluh hari yang akhir dari Ramadhan hingga wafatnya kemudian isteri-isteri beliau pun beri’tikaf setelah kepergian beliau,” demikian dalil yang diriwayatkan dalam HR. Bukhari no. 2026 dan  Muslim no. 1172.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beriktikaf pada sepuluh hari terakhir dengan tujuan untuk mendapatkan malam lailatul qadar, untuk menghilangkan dari segala kesibukan dunia. Hal ini dilakukan agar Nabi mudah bermunajat dengan Rabbnya.

Sementara itu, ulama lain berpendapat bahwa orang yang hendak iktikaf, disyariatkan memulai iktikafnya setelah subuh di hari ke-21.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apapbila hendak i’tikaf, beliau shalat subuh kemudian masuk ke tempat khusus untuk i’tikaf beliau.” (HR. Bukhari Muslim)

Di antara ulama yang memilih pendapat ini adalah al-Auzai, ats-Tsauri, dan al-Laits dalam salah satu pendapatnya. Ini juga yang dipilih Lajnah Daimah (Majmu’ fatawa Lajnah Daimah, 10:411) dan Imam Ibnu Baz (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15:442).

Pendapat yang lebih mendekati kebenaran dalam hal ini adalah pendapat jumhur (mayoritas ulama). Karena riwayat Aisyah di atas tidaklah menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai melakukan iktikaf di pagi hari.

Artinya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mulai i’tikaf di malam hari, hanya saja beliau belum masuk tempat khusus untuk iktikaf beliau (seperti bilik di dalam masjid). Beliau baru memasuki bilik itu setelah shalat subuh di pagi harinya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya