SOLOPOS.COM - Ditemani sejumlah saudaranya, Rio, warga di Desa Jekawal, Kecamatan Tangen, Sragen menyantap mie instan, Rabu (31/7/2013). (Ika Yuniati/JIBI/Solopos)

 Ditemani sejumlah saudaranya, Rio, warga di Desa Jekawal, Kecamatan Tangen, Sragen menyantap mie instan, Rabu (31/7/2013). (Ika Yuniati/JIBI/Solopos)


Ditemani sejumlah saudaranya, Rio, warga di Desa Jekawal, Kecamatan Tangen, Sragen menyantap mie instan, Rabu (31/7/2013). (Ika Yuniati/JIBI/Solopos)

Adzan zuhur belum sepenuhnya selesai dikumandangkan. Namun, Rio, 8, sudah bergegas mengambil semangkuk mi instan yang sudah disiapkan kakak perempuannya di dapur. Wajahnya tampak berbinar. Dengan lahap, bocah kelas III SD itu langsung menyantap mi dalam mangkuk tersebut tanpa memberi kesempatan saudara lainnya ikut menyicipi.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pak engko nek buko aku ditukokke buah ya pak ya,” rengeknya kepada sang ayah selepas menyantap habis mi instan berkuah itu.

Bagi Rio, puasa ialah saatnya meminta beragam makanan yang disukainya. Pasalnya, pada hari-hari biasa, putra kelima buruh serabutan, Sutomo, di Desa Jekawal, Kecamatan Tangen, Sragen ini hanya disuguhi makanan sekadarnya.

Menurut Sutomo, lauk-pauk yang biasa dihidangkan ialah sayur daun ketela dan pepaya ditemani kerupuk . Jika keuangan menipis, yang tersisa di meja makan biasanya hanya nasi dan sambal bawang.

“Biasanya dengan sambal korek mau. Kalau puasa begini mintanya macam-macam,” katanya saat berbincang dengan Solopos.com di kediamannya, Desa Rabu (31/7).

Padahal, setiap kali puasa, Sutomo, yang baru saja kehilangan istrinya karena sakit asma itu justru membatasi kerjanya. Jika biasanya ia menjadi buruh tebang tebu, pencari akar rumput teki dan pencari kayu dengan penghasilan sekitar Rp40.000 per hari, saat puasa ia hanya melakoni satu pekerjaan saja. Maklum, tenaganya sudah tak kuat lagi jika harus bekerja penuh waktu.

Jika mayoritas orang justru hidup konsumtif saat Bulan Puasa, hal itu tak berlaku bagi Sutomo. Baginya, puasa ialah tentang menahan hawa nafsu mengonsumsi makanan berlebih. Ia bahkan tak memikirkan tentang baju baru saat Lebaran atau keperluan serba mewah lainnya yang biasa dilakoni sebagian masyarakat perkotaan saat Lebaran.

“Saya enggak mikir beli baju untuk anak-anak. Enggak ada uang. Tapi meski enggak ada uang, kami tetap punya menu istimewa, mi instan dan singkong. Biar anak-anak enggak bosan.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya