SOLOPOS.COM - Kepala Desa (Kades) Nambangan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Suparno (kiri), menyerahkan BLT Maret yang bersumber dari dana desa 2022 kepada KPM di kantor desa setempat, Selasa (8/3/2022). (Solopos.com/Rudi Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI—Penentuan keluarga penerima manfaat (KPM) bantuan langsung tunai (BLT) yang bersumber dari dana desa 2022 berbeda dengan penentuan KPM BLT 2021. Penentuan KPM BLT 2021 berdasar data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Hanya warga miskin yang terdapat dalam DTKS yang menjadi KPM.

Sementara, pada 2022 ini KPM ditentukan berdasar kriteria tertentu. Pada sisi lain, pemerintah desa harus mencari KPM dalam jumlah banyak lantaran alokasi BLT minimal 40 persen dari dana desa yang diterima. Alhasil, mayoritas KPM yang dipilih merupakan warga di luar DTKS.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kondisi itu membuka peluang bagi warga mampu melancarkan lobi-lobi karena ingin menjadi KPM BLT senilai Rp300.000/bulan/KPM itu. Peluang tersebut ada saat pemerintah desa sedang mendata calon KPM, Januari lalu. Pemerintah desa menghimpun data calon dari usulan-usulan di tingkat rukun tetangga (RT) dan dusun.

Baca Juga: Desa di Wonogiri Harus Tertib Salurkan BLT

Kepala Desa Nambangan, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, Suparno, tak memungkiri ada banyak warga mampu secara ekonomi yang melobi dirinya secara langsung agar bersedia menjadikan mereka KPM BLT.

Saat berbincang dengan Solopos.com di kantornya, Selasa (8/3/2022), dia mengaku warga yang pernah melobi dirinya lebih dari 20 orang. Ada yang melancarkan aksi melalui telepon, mengirim pesan di aplikasi perpesanan Whatsapp (WA), bahkan menemui saat Suparno di sawah.

“Ada warga yang sudah punya mobil [Toyota] Avanza minta dijadikan KPM BLT. Saya heran. Kalau dulu orang menerima bansos [bantuan sosial] malu. Kalau sekarang bansos menjadi rebutan. Yang sudah mampu mengaku miskin biar bisa menjadi penerima bansos,” ucap Suparno.

Baca Juga: Tangis Bahagia Lansia Wonogiri setelah Menerima BLT Dana Desa

Pengurus rukun tetangga (RT) yang menjadi pengusul calon KPM BLT pun ikut berusaha menjadi KPM. Suparno mendapat informasi bahwa ada data nama istri ketua RT yang masuk data calon KPM. Kemudian dia mengecek data tersebut dan menelepon ketua RT bersangkutan. Ketua RT tersebut mengakui mengusulkan istrinya menjadi calon KPM BLT.

“Saya tahu keluarga ketua RT tersebut adalah keluarga mampu. Saat itu juga saya minta nama istrinya diganti data warga miskin yang memenuhi kriteria,” ujar Suparno.

Suparno tetap berpegang teguh pada aturan. Sekuat apa pun lobi yang dilancarkan, dia tak terpengaruh. Dia hapal betul kriteria yang dijadikan dasar penentuan KPM BLT yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 190/PMK.07/2021 tentang Pengelolaan Dana Desa. Kriteria itu, meliputi keluarga miskin yang berdomisili di desa (diprioritaskan keluarga miskin kategori kemiskinan ekstrem), kehilangan mata pencaharian, dan mempunyai anggota keluarga yang rentan sakit menahun/kronis.

Baca Juga: Desa di Wonogiri Siapkan KPM BLT Cadangan

Selain itu keluarga miskin penerima jaringan pengaman sosial bersumber dari APBD maupun APBN yang sudah terhenti, keluarga miskin terdampak pandemi Covid-19 dan belum menerima bantuan, dan orang lansia hidup sendiri.

“Kalau ada warga mampu yang minta dijadikan KPM BLT saya selalu bilang kepada yang bersangkutan, kalau saya tidak mematuhi aturan saya yang bisa menghadapi masalah. Saya tak mau mengambil risiko,” imbuh Suparno.

Selain risiko menghadapi masalah hukum, lanjut dia, bukan tidak mungkin muncul kecemburuan sosial yang bisa berujung masalah pelik. Suparno meyakini, jika dirinya menjadikan satu saja warga mampu sebagai KPM BLT, puluhan bahkan ratusan warga lainnya akan protes.

Baca Juga: Hindari Pelanggaran, KPM BLT Nambangan Wonogiri Lebih Sedikit

 

Krusial

Pemerintah Desa Nambangan akhirnya menetapkan 97 KPM BLT. Jumlah itu lebih sedikit dari kuota minimal KPM BLT Nambangan. Berdasar penghitungan 40 persen dari dana desa 2022, kuota penerima BLT Nambangan minimal 120 KPM.

Pemerintah Desa Nambangan menetapkan 97 KPM karena hanya 97 KPM yang memenuhi kriteria. Suparno tak ingin memaksimalkan kuota dengan memasukkan warga mampu. Dia tak mempermasalahkan anggaran BLT yang sedianya untuk 23 KPM kembali ke kas negara. Sesuai ketentuan, jika kondisi seperti itu terjadi sisa alokasi anggaran BLT akan kembali masuk kas negara.

“Enggak masalah anggaran BLT yang tak terserap masuk kas negara lagi. Dari pada di kemudian hari saya menghadapi masalah,” ulas Suparno.

Baca Juga: Naik 100 Persen, Alokasi BLT Wonogiri 2022 Capai Rp85,424 Miliar

Anggota DPRD Wonogiri dari Fraksi PDIP, Bambang Sadriyanto, mengapresiasi keputusan Pemerintah Desa Nambangan. Menurut warga Desa Nambangan itu, penentuan KPM BLT tahap krusial yang menentukan penyaluran tepat sasaran atau tidak. Jika tak tepat sasaran berarti tujuan BLT untuk menurunkan angka kemiskinan bakal tak tercapai.

Sebagai informasi, jumlah penerima BLT 2022 se-Kabupaten Wonogiri tercatat 23.746 KPM. Kebutuhan anggaran BLT mencapai Rp7,123 miliar/bulan atau Rp85,485 miliar setahun. Anggaran itu 40 persen dari total pagu dana desa yang diterima 251 desa Rp213,561 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya