SOLOPOS.COM - Ilustrasi kekeringan. (JIBI/Solopos/Dok.)

Kekeringan Bantul dirasakan di sejumlah desa.

Harianjogja.com, BANTUL–Pada puncak musim kemarau kali ini, belasan desa di Kabupaten Bantul terdampak kekeringan. Berdasarkan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul, dari 19 desa yang tercatat sebagai wilayah rawan kekeringan baru 11 desa yang mengajukan permintaan bantuan pengedropan air.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Pelaksana Harian BPBD Bantul, Dwi Daryanto mengatakan permintaan bantuan tersebut telah dilayangkan oleh 18 dusun di 11 desa dengan intensitas permintaan pengedropan yang beragam. Dengan dua tangki air berkapasitas 5.000 liter/tangki, rata-rata BPBD mampu mengedrop 6-8 kali/hari. Kecepatan pengedropan air tersebut menurut Dwi bergantung pada kesiapan masyarakat menerima bantuan.

Maka pihaknya mengimbau masyarakat yang meminta bantuan pengedropan air untuk menyediakan bak penampungan untuk memudahkan petugas. Dwi menuturkan dengan adanya bak penampungan, petugas dapat cepat memindahkan air dari tangki ke bak sehingga segera bisa mengambil air kembali. Sebab, pengedropan di satu titik tidak bisa dilakukan dalam satu kali keberangkatan saja.

“Tapi kalau satu-satu pakai wadah, lama,” ucapnya pada Selasa (19/9/2017).

Ia juga mengimbau agar masyarakat proaktif menghubungi petugas jika membutuhkan pengedropan air. Surat permonan bantuan, menurutnya hanya perlu dilayangkan satu kali saja.

Dwi menambahkan, semua air yang digunakan untuk pengedropan berasal dari PDAM. Sehingga masyarakat tak perlu khawatir akan kualitas air tersebut. Terkait status darurat kekeringan, Dwi menyebut belum akan menetapkan status tersebut. Sebab menurutnya Pemkab bersama stakeholder terkait masih mampu untuk mengatasi permasalahan kekeringan ini secara mandiri. Meskipun anggaran yang dimiliki BPBD tidak terlalu besar, hanya Rp40 juta saja namun pihaknya berjanji akan mengoptimalkan sumber dana yang ada untuk memenuhi permintaan masyarakat yang benar-benar membutuhkan bantuan.

“CSR dari perbankan juga sudah siap membantu,” ucapnya.

Kepala Stasiun Metrologi Yogyakarta, Agus Sudaryatno mengatakan kondisi kekeringan ini masih akan berlangsung hingga pertengahan Oktober mendatang. Temperatur yang tinggi ini disebabkan oleh gerak semu matahari yang makin lama makin mendekat dengan garis khatulistiwa. Agus menyebut temperatur pada Senin (18/9) lalu adalah yang tertinggi yakni mencapai 36 derajat celcius.

“Nanti pada tanggal 23 akan tepat berada di garis khatulistiwa,” katanya.

Namun menurutnya masyarakat tak perlu resah, cuaca panas ini masih dalam taraf wajar belum sampai tahap yang ekstrim. BMKG memprediksi pada minggu ketiga bulan Oktober sudah mulai turun hujan namun belum merata di seluruh wilayah. Gunungkidul misalnya yang diprediksi baru akan mendapatkan hujan pada awal November. Meskipun telah turun hujan, Agus menjelaskan hal tersebut belum akan berpengaruh banyak pada ketersediaan air. Sebab hujan yang jarang-jarang tidak dapat menyerap masuk dan menjadi air tanah, hanya sekedar mendinginkan atmosfer saja.

“Belum bisa jadi sumber mata air,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya