SOLOPOS.COM - Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi UGM (balairungpress.com)

Solopos.com, JOGJA — Peneliti Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi Fakultas Hukum UGM Yuris Rezha Kurniawan menyebut KPK takkan bisa sehebat dulu seiringi dipecatnya Novel Baswedan dan kawan-kawan.

Korupsi dan operasi tangkap tangan yang dilakukan bernilai receh.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Dipecatnya 57 pegawai KPK yang sudah diketahui rekam jejaknya tersebut akan berimplikasi pada kinerja KPK di masa mendatang. Kita tidak akan bisa melihat kiprah KPK sehebat dulu,” kata dia, dalam keterangan tertulis diterima suara.com pada Jumat (1/10/2021).

Seperti diketahui, 57 pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) saat ujian alih status pegawai menjadi ASN beberapa waktu lalu, diberhentikan pada akhir September 2021.

Tidak Berhasil

Berbagai upaya dilakukan oleh para pegawai untuk bisa kembali bekerja di KPK tidak membuahkan hasil.

Beberapa tawaran untuk bekerja di BUMN dan di Polri masih belum dipertimbangkan, mengingat mereka masih ingin berjuang agar bisa memberantas korupsi di KPK.

Baca Juga: Novel Baswedan dkk Dipecat Hari Ini, Gedung Merah Putih Dijaga Polisi? 

Yuris Rezha Kurniawan mengatakan, kecilnya peluang 57 pegawai KPK untuk kembali ke KPK.

Menurutnya, kondisi yang menimpa KPK hari ini adalah dampak dan implikasi dari dua persoalan yang sejak awal sudah banyak dikritisi oleh publik.

Dua Persoalan

Pertama, proses pemilihan pimpinan KPK yang secara rekam jejak bermasalah. Kedua, revisi UU KPK yang mendegradasi independensi KPK sebagai lembaga pemberantasan korupsi.

“Ke depan sulit membayangkan KPK bisa segarang dulu dalam memberantas korupsi,” kata dia.

Baca Juga: KPK Korek-Korek Tempat Sampah Dinas Peternakan Probolinggo, Cari Apa? 

Yuris menyinggung pernyataan Ombudsman dan Komnas HAM yang sudah menyebut bahwa proses TWK diduga penuh maladministrasi dan pelanggaran HAM.

Menurut dia, Presiden bisa mengambil keputusan dan sangat wajar jika publik berharap Presiden untuk memperbaiki kondisi ini.

Karena Presiden merupakan pimpinan tertinggi eksekutif yang melaksanakan perintah undang-undang sekaligus pimpinan tertinggi ASN.

Peran Presiden

“Justru saat Presiden tidak bersikap, publik dapat mempertanyakan peran Presiden dalam dua kewenangannya tersebut,” tuturnya.

Yuris meyakini bahwa yang bermasalah sebetulnya bukan 57 pegawai KPK tersebut.

Namun ada upaya pihak tertentu untuk menyingkirkan 57 pegawai dari lembaga KPK.

“Seolah poin utama dari proses alih status pegawai KPK ini adalah mencari segala cara agar 57 pegawai tersebut tidak lagi bekerja di KPK,” terangnya.

Melihat kondisi KPK saat ini, ia menilai wajar jika kepercayaan publik terhadap komisi antirasuah itu menurun.

Tetap Kritis

Setidaknya berdasarkan hasil survei Lembaga Indikator Politik Indonesia belum lama ini.

Namun begitu, menurutnya, tugas publik sebagaimana sejak dulu tetap kritis dan melakukan pengawasan dari luar.

“Mengritik kondisi KPK hari ini bukan berarti membiarkan praktik korupsi berjalan di pemerintahan. Bagi publik, yang terpenting adalah negara bertindak nyata dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya