SOLOPOS.COM - Ilustrasi anak korban pelecehan seksual. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO-Humas APSIFOR Lia Sutisna Latif M.Psi mengatakan peran orang tua sangat penting untuk mencegah pelecehan seksual terhadap anak. Penelitian mengatakan salah satu terjadinya pelecehan seksual yaitu orang tua kurang atensi atau awareness terhadap anak.

“Pendidikan seksual juga boleh [diajarkan] sejak dini. Tidak melulu itu pengenalan reproduksi. Misalnya seperti anak mulai umur 3 tahun, karena anak sudah mulai mengenal orang dewasa, anak mulai berinteraksi, baru kita perkenalkan siapa yang bisa kamu kenal [orang tua atau dokter],” ucapnya dikutip dari Antara pada Selasa (12/7/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Lia mengatakan tidak banyak korban yang bisa langsung melapor jika mengalami pelecehan seksual, terutama perempuan. Banyak pertimbangan yang dihadapi salah satunya membutuhkan fase untuk menenangkan diri dan takut pada sikap publik. Dukungan orang terdekat juga sangat penting pada fase ini.

“Tidak semua siap untuk melaporkan, jadi tergantung dari pribadinya masing-masing,” kata Lia.

Baca Juga: Waspadai Child Grooming, Modus Pelecehan Seksual Anak Seperti di Bantul

Masih tingginya kasus pelecehan seksual di Indonesia, membuat Lia memandang perlu adanya edukasi pertahanan diri dari orang asing untuk anak, remaja dan dewasa demi mencegah perilaku tersebut di ruang publik.

“Penting untuk mengedukasi masyarakat dan berbagai kalangan, sehingga mereka tau ‘oh ini yang harus aku lakukan’. Karena boleh saja kita memiliki pertahanan diri dari orang asing itu harus dan sangat perlu,” ucap Lia.

Sebagai contoh Lia menyebutkan anak dapat diajari untuk selalu bersama orang tua mereka ketika sedang di ruang publik. Kemudian untuk anak-anak yang berada di ruang publik bersama teman, Lia menyarankan agar anak tidak boleh berada di satu tempat sendirian.

Baca Juga: Begini Tahapan Pelaku Child Grooming Memangsa Korban Seperti di Bantul

Lebih lanjut dosen psikologi forensik di PTIK itu mengatakan dari sejumlah kasus dan penelitian yang dia pelajari, terdapat tiga tipe pelaku pelecehan seksual.  Yang pertama adalah latar belakang kepribadian si pelaku, pola perilaku atau kebiasaan dan karakter demografis seperti tempat terbuka yang banyak orang atau tempat terbuka yang sepi.

Selain itu juga ada tipikal organized yaitu orang yang merasa mempunyai kedudukan atau sehingga memanfaatkan korban yang terlihat ‘lemah’. Ada juga tipikal pelaku impulsif, dan berani ambil risiko misalnya di angkutan umum. Dan yang terakhir oportunistik yaitu tipikal yang memanfaatkan keadaan seperti ruang publik yang sepi.

“Biasanya profil-profil pelaku seperti ini dia ada kemarahan, punya perilaku merusak dan ada kepribadian yang antisosial,” ucapnya.

Sementara itu pada anak-anak, dampak psikologis yang dirasakan dikatakan Lia biasanya adalah rasa malu, merasa bersalah karena “mengizinkan” pelaku melakukan hal itu tanpa dia sadari, merasa takut bertemu orang dewasa, bermimpi buruk karena memori yang tidak menyenangkan dan frustasi. Dampak yang sama juga bisa berlaku pada korban remaja dan orang dewasa.

Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPPA) Kementerian PPPA menunjukkan, pelecehan seksual tidak hanya dialami oleh perempuan. Periode 1 Januari sampai Juli 2022 terdapat 10.569 korban perempuan dan 1.769 korban laki-laki dari total 11.400 kasus, dan korban terhadap anak sebesar 56,2 persen dari total kasus.

Baca Juga: Rekam Adegan Seks Tanpa Izin, Food Influencer Solo Bisa Dihukum 4 Tahun

Hal kurang lebih senada diungkapkan psikolog klinis Ratih Ibrahim. Ratih menyarankan kepada para orang tua untuk membentengi anak demi mencegah tindak pelecehan seksual, yaitu dengan edukasi tentang seksualitas dan edukasi sosial. Harapannya agar anak bisa menjaga dirinya dari tindakan seksual bahkan dari orang terdekat.

“Di sini kan harapannya orang tua sungguh-sungguh jadi pelindung utamanya anak-anak. Makanya sangat sedih kalo pelakunya justru orang tua atau orang yang menjadi walinya,” ucap Ratih dikutip dari Antara, Selasa.

Orang tua juga punya peran mencegah anak jadi korban pelecehan seksual di sekolah atau institusi pendidikan, simak ulasannya di tips parenting kali ini. Ia pun memberi saran bagi orang tua yang ingin menyekolahkan anak mereka di institusi pendidikan berbasis agama maupun sekolah lainnya, yaitu dengan melihat tenaga pendidik dan mencari tahu kurikulum sekolah tersebut. Ia juga menyarankan untuk melihat latar belakang sekolah dan berdiskusi dengan orang tua lainnya

Dia berpendapat, kasus pelecehan seksual pada anak yang terjadi di institusi pendidikan berbasis agama berpotensi menyebabkan sang korban mengalami trauma yang mendalam.  Selain itu, berbagai kasus pelecehan seksual di lembaga pendidikan juga menyebabkan keraguan dan menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut.

“Jadi dampaknya kepada masyarakat muncul goncangan insecrurity atau ketidakamanan dan kepercayaan luar biasa besar, dan pada korbannya itu rusaknya dahsyat banget,” ujar Ratih.

Selain runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan berbasis agama, korban pelecehan seksual juga tak hanya “dirusak” secara fisik tapi berpotensi mengalami trauma berkepanjangan.

Baca Juga: Dituding Membela Terdakwa Pelecehan Seksual, Ini Kata Kak Seto

“Jadi pada korban efeknya luar biasa merusaknya secara seksual apalagi dilakukannya di lembaga yang semestinya suci, sakral dan dilakukan oleh orang yang semestinya justru menjadi panutan teladan dan tonggak moralitas,” ucapnya.

Dengan demikian, ia berharap institusi pendidikan dapat melakukan seleksi tenaga pengajar secara lebih ketat, dengan harapan bisa mencegah masuknya predator seksual dalam institusi tersebut. Selain itu juga penting melihat kepribadiannya dan integritas sebagai seorang tenaga pendidik profesional.



“Artinya bukan hanya berbasis pada kompetensi, penampilan, performa dan sebagainya. Kita harus menelisik kepada latar belakangnya secara jeli, kemudian value-nya dia terhadap nilai hidupnya, apakah dia menghormati kesucian, menghormati kemanusiaan dan menghormati anak didiknya sebagai titipan dari Allah kepada dia,” ucap lulusan psikologi Universitas Indonesia (UI) itu.

Pendiri dan CEO Personal Growth itu mengatakan, jika pelecehan seksual sudah terjadi, pelaku harus dihadapkan pada konsekuensi hukum yang tegas dan adil sesuai bukti dalam pengadilan. Ia juga meminta guru serta orang tua bekerja sama melindungi dan mendengarkan korban.

“Tentu juga ada pendampingan psikologis oleh psikolog klinis dan psikiater untuk membantu si korban bisa menyembuhkan lukanya kemudian bisa menghadapi lukanya, membangun ketahanan dia, sehingga kemudian bisa berfungsi lagi,” ucap psikolog yang juga konselor pernikahan ini.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya