SOLOPOS.COM - Presiden Joko Widodo (kiri) berbincang dengan Menteri BUMN Rini Soemarmo (kanan) dalam kereta api bawah tanah (subway) Beijing, Tiongkok, Kamis (26/3/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Rini Utami)

Proyek kereta cepat yang batal digarap Jepang membuat pemerintah negara itu kecewa.

Solopos.com, JAKARTA — Meskipun batal ikut serta dalam proses pembangunan kereta cepat. Pemerintah menjamin Jepang tetap dapat ikut serta dalam pembiayaan di sektor infrastruktur lainnya.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Sofyan Djalil mengatakan, pemerintah Jepang telah ditawari olehnya sejumlah proyek strategis lain yang tertuang dalam Blue Book 2015-2019 Kementerian PPN/Bappenas.

“Selain itu untuk swasta kita juga sajikan proyek-proyek yang tertuang dalam Public Private Partnership (PPP) Book,” katanya, Jumat (2/10/2015).

Dia mengatakan, dalam Blue Book 2015-2019 Kementerian PPN/Bappenas, pemerintah Jepang memiliki potensi untuk berinvestasi senilai US$39,9 miliar. Sementara itu, untuk kalangan investor dari swasta, tersedia potensi investasi mencapai US$23 miliar.

Hal ini, menurut Sofyan Djalil, mampu menjadi jalan tengah bagi pemerintah, investor swasta, dan badan usaha nasional Jepang untuk tetap memiliki peluang berinvestasi di Indonesia. “Jadi intinya proyek infrastuktur kita masih terbuka untuk Jepang,” ujarnya.

Sofyan Djalil pun mengatakan pihaknya telah menemui perwakilan dari Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC) tentang kemungkinan Jepang tetap membiayai proyek infrastruktur di Indonesia.

Dirinya menyebut proyek pengadaan pelabuhan, pembangkit energi dan kawasan berikat mampu menjadi sektor yang berpotensi digarap oleh Jepang. Pasalnya sektor-sektor tersebut jelas masuk dalam rencana pembangunan pemerintah.
“Masih ada pelabuhan Cilamaya dan proyek infrastruktur lainnya yang sama berpotensialnya untuk dibiayai kok,” kata mantan Menteri Koordinator Perekonomian ini.

Seperti diketahui, sebelumnya dalam kunjungan Sofyan ke Negara Matahari Terbit, pemerintah setempat mengaku menolak tawaran Indonesia untuk mengerjakan kereta cepat dalam bentuk bussines to bussines (B to B) dengan BUMN Indonesia.

Pasalnya, BUMN dan juga pihak swasta dari Jepang, mengaku terbentur oleh regulasi dan undang-undang di negara tersebut. Dalam hal ini, model bisnis dan undang-undang di Jepang tidak memperbolehkan pemerintah memberikan bantuan atau kredit konsensi ke perusahaan swasta dan BUMN setempat untuk bekerjasama dengan negara lainnya.

Sementara itu, meskipun mengalami kegagalan proses kerjasama dalam bentuk pembangunan kereta cepat, Sofyan menegaskan hubungan Indonesia dan Jepang masih sangat baik. Hal tersebut terbukti melalui posisi Jepang sebagai salah satu negara yang memiliki investasi terbesar di Tanah Air.

Seperti diketahui, berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), hingga akhir semester 2015, total realisasi investasi Jepang telah mencapai US$1.577 miliar, yang menjadikan negara ini sebagai penanam modal asing (PMA) terbesar ketiga di Indonesia.

Pengajuan izin prinsip dari Januari 2015 hingga awal September 2015 pun tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 15,56% atau US$2.60 miliar dibandingkan tahun lalu yang hanya mencapai US$ 2.25 Miliar. BKPM juga mencatat terdaat minat investasi sebesar US$14,24 miliar dari Jepang dengan US$4.71 miliar daintaranya menyatakan serius untuk berinvestasi.

“Belum ada terlihat penurunan minat [investasi] Jepang di Indonesia. Jepang masih masuk ke lima besar negara investor di negara kita,” katanya, Jumat (2/10/2015).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya