SOLOPOS.COM - Ratusan warga yang tergabung dalam Forum Petani Rawa Pening Bersatu (FPRPB) khusuk memanjatkan doa agar tanahnya tidak jadi digusur akibat proyek revitalisasi Danau Rawa Pening, Minggu (4/9/2022). (Solopos.com – Hawin Alaina)

Solopos.com, SEMARANG — Ratusan petani yang tergabung dalam Forum Petani Rawa Pening Bersatu (FPRPB) menggelar doa bersama, Minggu (4/9/2022). Tujuannya agar dilakukan peninjauan ulang terkait proyek revitalisasi Danau Rawa Pening.

Bertempat di areal persawahan di batas sempadan danau, Dusun Klurahan, Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, acara doa bersama itu dihadiri ratusan orang perwakilan dari empat kecamatan di sekitar Danau Rawa Pening.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Kepala Desa Tuntang, M Nadhirin, mengimbau kepada masyarakat, apapun masalah yang dihadapi harus tetap taat pada peraturan. Baik peraturan pemerintah ataupun peraturan agama.

Ia sangat prihatin, setelah dua tahun pandemi Covid-19, saat ini terancam digusur. Kepada masyarakat yang hadir, Nadhirin mengatakan pihaknya tidak bisa memutuskan, hanya bisa mengayomi. Peninjauan ulang sangat perlu dilakukan. Sebab masyarakat sudah menghuni wilayah tersebut sejak ratusan tahun.

Baca Juga: Tabrak Petugas saat Dibekuk, Pengedar Narkoba di Semarang Tertembak

“Jangan mundur tetap semangat kita masih punya Allah. Hanya Allah yang akan memberikan jalan. Tugas kita memohon bersimpuh pada Allah,” terang Kepala Desa Tuntang saat memberikan sambutan, Minggu (4/9/2022).

Ia juga mengingatkan masyarakat agar selalu menjadi warga yang baik. Jangan sampai terprovokasi untuk bertindak melawan hukum.

“Semoga pejabat akan tersentuh melihat masyarakat kecil yang berkumpul untuk memperjuangkan hak masing-masing,” harapnya.

Sementara itu, Bendahara FPRPB, Ismail Saleh, mengaku doa bersama yang dilakukan hari ini tujuannya agar keputusan menteri terkait Danau Rawa Pening dilakukan kajian ulang. Yaitu Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI Nomor : 365/KPTS/M/ 2020 tentang Batas Sempadan Kawasan Rawa Pening dalam Penanganan Sedimentasi di Danau Rawa Pening.

Baca Juga: Aksi Tawuran Antar-Perguruan Silat di Madiun, 5 Pesilat PSHW Alami Luka-Luka

Utamanya soal batas elevasi danau dari 46130 menjadi 46330 itu dianggap sangat mengganggu petani ataupun masyarakat pesisir Rawa Pening.

Ismail mengungkapkan gesernya patok tersebut mencapai satu kilometer dari posisi awal. Sehingga menerjang lahan pertanian dan sebagian rumah masyarakat.
“Yang mana pada aturan lama, batas antara tanah negara dan tanah rakyat itu sudah jelas. Di mana itu aturan dulu. Setelah adanya kepmen sampai ke tanah masyarakat,” jelasnya kepada awak media.

Diungkapkan saat ini ada dua patok yang sudah terpasang. Patok biru adalah batas naik air Rawa Pening dan patok kuning adalah batas sempadan. Jarak antara keduanya sekitar 50 meter.

Baca Juga: Polisi Masih Selidiki Penyebab Kebakaran di Pasar Dungus Madiun

Semua masyarakat di sekitar Danau Rawa Pening terdampak. Baik yang berupa rumah seperti Desa Lopait, Tuntang, Asinan, Bejalen ataupun lahan pertanian yang semua pesisir Rawa Pening terdampak. Wujud protes ini, kata Ismail, dulu sudah dilakukan sampai ke Presiden sudah dilayangkan tetapi belum ada tanggapan.
“Jadi Kepmen ini sosialisasinya tidak mengena pada sasaran yang mana tidak dikomunikasikan dengan warga masyarakat,” ujarnya.

Akibat hal tersebut, Ismail mengaku seribu hektare lahan pertanian masyarakat tidak dapat ditanami padi. Para petani ini juga sudah dua tahun lebih tidak merasakan panen.

Baca Juga: Kebakaran di Pasar Dungus Madiun, Ratusan Kios & Los Pedagang Ludes Terbakar

“Kerugian mereka para petani luar biasa, kalau dikatakan satu hektare Rp40 juta jadi kurang lebih ada Rp40 miliar kerugian dalam sekali panen,” terangnya.
Selain itu, ada juga dampak bagi petani setelah dilakukannya penurunan debit air Rawa Pening. Setelah dilakukan penurunan debit air dam yang dilakukan Pemkab Semarang, ke debit semula.

Yaitu eceng gondok yang sudah terdampar di tanah rakyat akhirnya menjadi hutan dan para petani kesulitan untuk pengolahan.

“Banyak yang tidak mampu untuk mengelola hal tersebut,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya