SOLOPOS.COM - Ilustrasi Prostitusi (JIBI/Solopos/Reuters)

Foto Ilustrasi Prostitusi
JIBI/Harian Jogja/Reuters

SLEMAN-Menjadi pekerja seks ternyata bukan hal yang tabu di kalangan pelajar. Bahkan bisa dilakukan sembari menjadi siswa sekalipun.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Seperti yang dialami seorang pelajar asal Surabaya, sebut saja namanya Dewi. Remaja dengan tinggi 155 sentimeter dan berat badan 50 kilogram ini sudah menjadi pekerja seks sejak ia duduk di bangku kelas XI SMA. Pada 2013 ini dia sudah lulus dan masih terus aktif menggeluti dunia hitamnya sebagai pemuas nafsu para lelaki hidung belang.

Saat berbincang dengan Harian Jogja, Minggu (16/6/2013) dinihari Dewi menceritakan lika-liku kehidupannya yang sudah lebih dari dua tahun ia menjadi wanita panggilan. Kisah pedih itu berawal ketika dirinya dekat dengan pacarnya. Menjalin hubungan dengan kekasihnya, diakui dia memang sudah melampaui batas. Ia sudah mengenal petting, sampai pada berhubungan intim layaknya suami istri.
“Mulai seperti itu [jadi pekerja seks] sejak kelas dua SMA. Awalnya dari pacar, aku lupa kelas berapa yang jelas sebelum dua SMA sudah mulai gitu [berhubungan intim]” ujar dia.

Ekspedisi Mudik 2024

Berhubungan intim dengan pacar seakan menjadi kebiasaan, hingga kemudian terbesit di otaknya menjadi pekerja seks. Karena memang, kata dia, ia memperoleh keuntungan dari aktivitas itu. Sekolahnya pun tetap saja berjalan tidak ada masalah. Karena ia mampu menyimpan dengan rapi rahasia itu. Bahkan sampai sekarang kedua orangtuanya pun tidak mengetahui jika ia terjerumus ke dunia penjaja seks. “Ya enggak lah, kalau [orangtua tahu] mesti marah dan saya malu,” ucapnya.

Ia mengatakan tinggal di indekos. Ia sengaja tidak ikut melalui mucikari namun secara mandiri. Transaksi kerapkali dilakukan melalui ponsel. Untuk kategori pelanggan biasa ia memasang tarif Rp300.000. Dengan memberikan harga sedikit lebih mahal jika konsumennya pengusaha. Kondom adalah alat wajib yang harus digunakan saat berhubungan, kata dia, demi keamanan dan kesehatan.

“Rp300.000 dua kali kak, kalau yang pengusaha bedalah. Kalau luar kota nanti beda lagi,” ucap dia sembari enggan menyebut nominal.

Dewi belum memiliki target sampai kapan ia akan mengakhiri pekerjaannya itu. Sejak lulus dari SMA ia sangat memiliki keinginan untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi. Akan tetapi terbentur biaya pendidikan karena orangtua yang tidak mampu.

Selain dilakukan secara mandiri prostitusi di bawah umur juga menggunakan mucikari. Bahkan di Jogja, mucikari prostitusi di bawah umur tidak hanya menyediakan perempuan semata. Konsumen yang menginginkan pria pun juga ada yang menyediakan.

Angga bukan nama sebenarnya mengatakan awalnya dirinya juga menjadi PSK. Dalam praktiknya, Angga tidak hanya melayani laki-laki saja, melainkan juga perempuan. “Intinya siapapun yang butuh layanan seks,” selorohnya. Kedekatan dengan sang induk semang membuatnya dipercaya untuk memegang bisnis serupa di Kota Jogja sekitar 2007. Bahkan anak buahnya ada yang masih di bawah umur. “Paling muda umurnya 16 tahun sampai 35 tahun,” terangnya.

Bisnis prostitusi yang dijalaninya di Jogja mirip dengan di Jakarta karena satu jaringan. Jadi, para laki-laki pekerja seks yang sudah bosan di Jakarta dapat bekerja di Jogja. Demikian pula halnya ketika sudah bosan di Jogja, dapat bekerja di Surabaya atau Bali. “Antara satu GM [sebutan untuk germo atau mucikari] dengan lainnya biasanya saling kenal dan kontak untuk tukar menukar anak buah,” papar diai.

SMS dan BBM menjadi sarana utama dalam menjalankan aktivitasnya. Tak jarang ia mendapat permintaan untuk menyediakan pekerja seks perempuan, namun karena ia tidak memiliki anak buah perempuan maka permintaan itu pun dilempar ke mucikari lainnya yang juga kenalannya.

Satu kali transaksi, Angga menerima Rp50.000. Jumlah ini 50% dari uang yang diterima anak buahnya. Ia sengaja mengambil separuh dari penghasilan anak-anaknya sebagai biaya operasional anak buah selama tinggal dengannya. “Mereka nggak usah bingung cari makan sendiri, soalnya dari uang itu sudah dialokasikan untuk uang makan mereka,” jelasnya.

Aktivitas prostitusi kebanyakan dilakukan di rumah kontrakannya. Namun jika ada tamu yang ingin membawa anak buahnya keluar rumah tidak masalah selama membayar uang lebih dengan tarif beragam mulai dari Rp300.000 sampai Rp500.000.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya