SOLOPOS.COM - Ilustrasi kredit pemilikan rumah (JIBI/Dok))

Ilustrasi perumahan (Dok/Solopos)

Ilustrasi perumahan (Dok/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Setelah kenaikan bunga kredit pemilikan rumah (KPR), kini para pengembang dihadapkan pada regulasi baru Bank Indonesia (BI) yang menaikkan uang muka KPR rumah kedua menjadi 40 persen.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

BI juga melarang inden rumah, atau akad KPR baru boleh dikakukan setelah rumah yang dipesan jadi. Lagi-lagi aturan itu dikenakan untuk rumah kedua.

Sementara itu, dari rilis yang diterima Solopos.com dari BI Solo, perkembangan KPR per Agustus 2013 masih menunjukkan tren pertumbuhan yang positif. Meskipun, untuk KPR tipe di atas 70 mulai tertekan.

Kepala Perwakilan BI Solo, Ismet Inono, mengatakan  pembiayaan perumahan di atas tipe 70 per Agustus tahun ini mencapai nilai Rp1,019 triliun. Realisasi ini mengalami pertumbuhan negatif sebesar -2,32% dibanding periode yang sama tahun lalu senilai Rp1,043 triliun. Sementara pembiayaan perumahan di antara tipe 21-70 masih bisa tumbuh 31,70% menjadi sebesar Rp1,45 triliun, naik dari periode yang sama Rp1,10 triliun.

Dengan demikian, lanjut Ismet, outstanding KPR per Agustus yang mencapai nilai Rp3,59 triliun hanya tumbuh 15,46% atau lebih rendah dari pertumbuhan pada periode yang sama tahun lalu sebesar 34,39%.

Pejabat Humas Real Estate Indonesia (REI) Solo, Anthony Hendro, menyebutkan pelemahan pertumbuhan KPR tidak hanya terjadi akibat kenaikan BI Rate belakangan ini yang mengerek bunga KPR.

“Ya memang saat ini konsumen rumah sangat terbatas pada tingkat penghasilan tertentu. Sementara, aturan BI yang baru yang mengharuskan akad KPR dilakukan setelah rumah itu jadi akan sangat memukul kalangan pengembang perumahan,” kata Anthony kepada Solopos.com, Selasa (1/10/2013).

Aturan baru dari otoritas perbankan yang baru berlaku secar resmi 30 September kemarin sudah mulai berdampak.

“Calon konsumen saya sudah ada yang batal beli rumah. Ada delapan calon,” imbuh dia. Alasan pembatalan salah satunya uang muka yang harus 40%.

Sementara kesulitan yang akan dihadapi pengembang akan lebih berat. Risikonya juga lebih besar. Pengembang harus mempunyai modal kerja yang jauh lebih besar. Dan menurut dia tidak semua pengembang punya modal yang kuat.

Pihaknya menilai BI telah salah langkah dalam mengambil kebijakan kaitannya dengan upaya menekan kredit konsumsi dari sektor perumahan ini. Karena, jika sektor perumahan melambat maka akan ada 12 sektor riil pendukung properti yang juga bakal tertekan.

Ketua REI Solo, Yulianto W Kusumo juga menyebutkan sektor properti kinj semakin tertekan. Dia memperkirakan akan ada 10% potensi pasar properti hilang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya