SOLOPOS.COM - Konten Kreator TikTok Shop asal Wonogiri, Damarratri Chandra Wijaya melakukan live streaming di akun miliknya. Foto diambil beberapa waktu lalu. (Istimewa/dok. Damarratri Chandra Wijaya).

Solopos.com Stories

Solopos.com, SOLO – Pandemi Covid-19 melumpuhkan sendi-sendi kehidupan, namun juga mendatangkan berkah bagi sebagian orang. Terbukti, cukup banyak pelaku usaha yang justru tumbuh dan berkembang setelah merambah ke bisnis online di masa pandemi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Salah satunya adalah Chandra Wijaya yang menggeluti e-commerce untuk memasarkan aneka produk kecantikan saat pandemi. Awalnya, ia mempromosikan produk kecantikan dengan membuat konten video yang ia posting di media sosial. Selanjutnya, ia mulai menjual produk itu di Shopee. Pada 2021, ia kemudian merambah ke TikTok Shop dan jadi content creator resmi.

Dengan menjadi kreator resmi TikTok Shop, Chandra mengaku jam kerjanya cukup fleksibel, tidak ada aturan resmi kapan waktu untuk mengunggah video atau melakukan live streaming. Ia menguraikan semua orang berpeluang menjadi kreator konten resmi TikTok, asalkan cukup konsisten untuk menggungah video dan melakukan live streaming. Biasanya pihak TikTok akan melihat dan memilih kemudian ada penawaran sebagai kreator resmi.

Menjadi penjual yang memulai dari basis online-shopping, menjadi keuntungan sendiri untuknya. Ia tak perlu sewa kios atau ruko. Ia bisa melakukan promosi dan packing dari rumahnya sendiri. Ia mengombinasikan media sosial miliknya sebagai sarana promosi dan TikTok Shop sebagai sarana jual-beli.

“Peluang online-shopping saat ini memang di TikTok Shop karena pembeli merasa saat ini subsidi atau promo dan gratis ongkir yang diberikan kepada TikTok Shop kepada pembeli itu lebih besar daripada marketplace lain,” kata dia kepada Solopos.com belum lama ini.

Berjualan dengan live streaming membuatnya lebih komunikatif dengan calon pembeli di akun TikTok Shop miliknya. Menurutnya, calon konsumen lebih menyukai pola tanya jawab yang ada di TikTok.

Pelaku UMKM lain, Mufida Asti, memulai merintis usaha kerajinan tangan pada 2008. Dia memanfaatkan media sosial Facebook dan Instagram untuk mencari konsumen serta mempromosikan produknya.

Ia membuat kerajinan tangan dari kain perca dan kreasi kain shibori serta ecoprint. Kain shibori sendiri merupakan teknik atau seni pewarnaan kain dari Jepang dengan cara mencelupkan kain yang telah dilipat atau diikat ke dalam pewarna sehingga menghasilkan pola tertentu atau unik.

Sebagai personal branding, ia membuat website, bit.ly/MufidaAstiOfficial, yang memudahkan calon konsumen mencari profil usaha dan dirinya. Pada laman tersebut berisi jasanya untuk mengisi kelas desain Canva, kelas TikTok Bisnis, kelas content creator, produk miliknya di Onnelix Handmade.

“Awalnya memang hobi membuat kerajinan tangan, kerjaan waktu jadi ibu hamil untuk mengisi waktu luang kemudian membuat kerajinan kain perca,” terang Mufida saat dihubungi Solopos.com, pada Selasa (24/1/2023).

Ia mulai membuat kerajinan tangan dari kain perca yaitu gantungan kunci, syal, dan boneka. Pada 2008, ia menjual produknya di bazar dan ia mengunggahnya di Facebook dan Instagram. Awalnya ia belajar otodidak melalui Youtube, memutuskan untuk fokus menekuni usaha tersebut, kemudian ia mengambil kelas menjahit.

Bahan baku kain perca ia peroleh dari tetangganya yang berprofesi sebagai penjahit. Ssedangkan untuk kain shibori ia dapat dengan membeli. Ketika banyak pesanan, ia meminta bantuan kepada tetangganya. Dalam sebulan paling tidak ia memperoleh omzet dari Rp3 juta hingga Rp5 juta. Konsumennya datang dari Banten dan Jakarta yang dipesan untuk suvenir acara.

Mufida juga memanfaatkan marketplace, yaitu Shopee dan Tokopedia untuk menjual produknya. Dengan pemanfaatan media sosial, ia bisa mendapatkan banyak konsumen yang datang dari berbagai daerah. Semua pekerjaan itu bisa ia lakukan dari rumah.

Transaksi e-commerce

Perilaku konsumen dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya saat ini banyak beralih ke platform digital. Pola online-shopping yang lebih disukai pengguna media sosial menjadi salah satu faktor pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) merambah ke marketplace.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 34,10% usaha yang melakukan kegiatan e-commerce hingga 15 September 2022. Persentase itu meningkat dibandingkan pada 31 Desember 2021 yang sebesar 32,23%.

Pertumbuhan e-commerce

2021 : 32,23%

2022 : 34,10%

Total usaha daring 2,87 juta

Sebaran lokasi

Pulau Jawa : 1,5 juta atau 52,22%

luar Pulau Jawa : 1,3 juta atau 47,78%

Usia Pelaku Usaha

35-44 tahun : 34,47%

45-54 tahun : 24,96%

25-34 tahun : 23,37%

Tingkat Pendidikan

Lulusan SMA/SMK : 76,2%

Diploma IV/S-1 : 17,14%

Sumber: BPS

Dari segi usia, sebanyak 34,47% pemilik usaha daring berada di rentang usia 35-44 tahun atau milenial. Sebanyak 24,96% pemilik usaha daring berusia 45-54 tahun. Sementara, 23,37% pemilik usaha daring berusia 25-34 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikannya, mayoritas pelaku usaha daring di Indonesia merupakan lulusan SMA/SMK sederajat ke bawah, yakni 76,2%. Posisinya diikuti lulusan Diploma IV/S1 yang sebesar 17,14%.



BPS juga mencatat, 2,87 juta usaha daring tersebar di seluruh provinsi. Sebanyak 1,5 juta atau 52,22% usaha daring berada di Pulau Jawa. Ini karena Pulau Jawa memiliki pangsa pasar besar hingga infrastuktur pendukung yang memadai.

Dilansir dari DataIndonesia.id, Minggu (29/1/2023), 34,47% pemilik usaha daring berada di rentang usia 35-44 tahun atau milenial. Sebanyak 24,96% pemilik usaha daring berusia 45-54 tahun. Sementara, 23,37% pemilik usaha daring berusia 25-34 tahun. Berdasarkan tingkat pendidikannya, mayoritas pelaku usaha daring di Indonesia merupakan lulusan SMA/SMK sederajat ke bawah, yakni 76,2%. Posisinya diikuti lulusan Diploma IV/S1 yang sebesar 17,14%.

E-commerce merupakan penjualan atau pembelian barang/jasa, yang dilakukan melalui jaringan komputer dengan metode yang secara spesifik dirancang dengan tujuan menerima atau melakukan pesanan. Barang dan jasa dipesan dengan metode tersebut, tetapi pembayaran dan pengiriman utama barang atau jasa tidak harus dilakukan secara online.

Transaksi e-commerce dapat terjadi antarusaha, rumah tangga, individu, pemerintah, dan organisasi swasta atau publik lainnya. Termasuk pemesanan melalui halaman website, ekstranet maupun electronic data interchange (EDI), e-mail otomatis, media sosial (Facebook, Instagram, dan lainnya), serta pesan instan atau instant messaging (Whatsapp, Line, dan lainnya).

Sebagai informasi layanan pesan instan merupakan suatu sistem pengiriman pesan dua arah yang cepat secara real time melalui media internet dari satu komputer ke komputer yang lain, menggunakan komunikasi berbasis teks. Contoh pesan instan adalah Whatsapp dan Line.

Jenis barang/jasa yang banyak terjual makanan dan minuman terjual paling banyak yaitu 41,5%, kemudian produk fesyen sebanyak 16,25%, kebutuhan rumah tangga sebanyak 9,67%, dan sebanyak 6,85% produk kosmetik, serta 6,17% jasa transportasi.

Kemudian metode pembayaran yang paling banyak digunakan adalah metode tunai atau cash on delivery (COD) yaitu sebanyak 83,11%, kemudian transfer bank sebanyak 12,57%, dan sebanyak 2,24% sebanyak e-wallet, dan 2,08% menggunakan kartu.

Jangkau Pasar Lebih Luas

Sementara itu, sebanyak 58,79%, usaha menggunakan pengiriman langsung ke pembeli oleh penjual, kemudian sebanyak 31,12% usaha menggunakan pengambilan pesanan langsung di toko atau titik penjemputan. Kemudian sebanyak 9,30% menggunakan pengiriman langsung ke pembeli menggunakan jasa pengiriman, dan sebanyak 0,79% usaha menunggah dari website, aplikasi, software, atau lainnya.

Media penjualan online merupakan kanal promosi yang paling diminati dikarenakan efektivitas dan jangkauannya yang lebih luas dibandingkan media penjualan konvensional. Kemajuan teknologi informasi membuat media penjualan melalui internet semakin beragam.



Marketplace merupakan sebuah lokasi jual beli produk di mana seller dan konsumen bertemu di sebuah platform. Media penjualan selanjutnya dapat berupa website yang dimiliki oleh usaha itu sendiri dan digunakan sebagai wadah jual beli. Selain itu, media sosial dan pesan instan juga dimanfaatkan sebagai media penjualan online oleh banyak usaha.

Hasil survei menunjukkan, hampir seluruh usaha 93,98% melakukan penjualan secara online melalui aplikasi pesan instan seperti WhatsApp, Line, Telegram. Sebanyak 48,65% usaha berjualan online melalui media sosial, seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan sebagainya.

Selanjutnya, hanya 20,64% yang memiliki akun penjualan di marketplace/platform digital. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah agar usaha e-commerce di Indonesia tertarik beralih ke marketplace/platform digital, karena masih terdapat 79,36 persen usaha e-commerce yang belum memanfaatkan media penjualan ini.

Selanjutnya, terdapat 4,92% usaha yang menggunakan email dalam berjualan online. Di urutan akhir, hanya terdapat 2,05% yang menggunakan website.

Dikutip dari Bisnis.com, jumlah pelaku UMKM yang tergabung dalam marketplace terus mengalami lonjakan selama pandemi Covid-19. Asosiasi Ecommerce Indonesia (idEA) menyatakan, hingga Maret 2021, jumlah UMKM yang sudah tergabung dalam berbagai marketplace telah mencapai 4,8 juta. Angka ini naik dari kondisi akhir 2020 sebesar 3,8 juta pelaku usaha.

Ketua Umum idEA Bima Laga mengatakan dulunya idEA memiliki target menciptakan dua juta UMKM baru sampai akhir 2020, dan hingga akhirnya menjadi 3,8 juta UMKM yang tergabung di berbagai marketplace pada akhir 2020.





Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya