SOLOPOS.COM - Edwin Soeryadjaya (Twitter uscibearmba).

Solopos.com, JAKARTA — Edwin Soeryadjaya kini tengah menjadi sorotan terkait pembelian sekitar 12,05 juta lembar saham SRTG pada, Rabu (30/11/2022) lalu. Berikut adalah profil dari Edwi Soeryadjaya, bos Astra yang meraih sukses lewat prinsip tabur tuai.

Edwi Soeryadjaya merupakan putra dari William Soeryadjaya, pendiri Astra International. Edwin bergabung dengan Astra pada 1978. Dia turut memelopori restrukturisasi keuangan Astra dan membawa perusahaan go public pada bulan Februari 1990. Astra pada saat itu merupakan perusahaan dengan initial public offering (IPO) terbesar di Indonesia.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Pada 1993, Edwin meninggalkan Astra. Pada 1998, ia kemudian mendirikan perusahaan investasinya sendiri Saratoga Investama Sedaya. Melansir dari Saratoga Investment, saat ini, melalui firma ekuitas swastanya Saratoga Capital, dia adalah pemegang saham besar di perusahaan tambang batubara Adaro Energy.

Dia juga memiliki saham di perusahaan menara seluler Tower Bersama Infrastructure dan membeli Mandala Airlines pada 2011 dengan rekannya Sandiaga Uno. Lantas, sebenarnya seperti apa sosok dan perjalanan karier dari Edwin Soeryadjaya? Berikut ulasannya seperti dilansir dari Bisnis.com.

Nama Edwin Soeryadjaya mungkin sudah tidak asing lagi di kalangan pebisnis. Sang ayah, William Soeryadjaya adalah pemilik Astra. Lahir pada 17 Juli 1949, dirinya juga dikenal dengan nama Tjia Han Pun.

Baca Juga: Libur Nataru, Maskapai Diminta Tambah Pesawat dan Tebar Promo Harga Tiket

Mewarisi jiwa bisnis sang ayah, Edwin pun menjalankan studi bisnisnya dan memperoleh gelar Bachelor of Business Administration dari USC (University of Southern California) pada 1974. Meski, kini dirinya telah sukses dengan mendirikan PT Saratoga Investama Sedaya bahkan dikenal sebagai top business leader, dirinya mengakui bahwa awalnya merupakan seorang anak yang manja.

Terkesan dengan Sosok Sang Ayah

Adapun, soal kinerjanya yang cemerlang dalam membawa nama Astra sukses melantai di bursa saham dengan penawaran paling besar di Indonesia, Edwin mengatakan itu hasil kerja dari sang ayah. Bahkan, dirinya mengakui, saat itu Edwin merasa tidak menyatu dengan managemen Astra dan ingin mengembangkan perusahaan tersebut dengan cara lain.

“Jadi, ayah saya itu memang sejak awal telah menjalankan bisnis Astra secara profesional. Sehingga, perusahaan itu sudah bukan privat, tapi memang sudah publik. [Oleh] ayah saya itu sudah disiapkan semuanya. Tidak perlu diutak-atik, sehingga saya yang dulu punya sifat manja, semua serba tersedia ya jadi gampang untuk run company itu,” ungkapnya dilansir dari Unlocking Opportunities in The New Future pada Kamis (8/12/2022).

Astra sendiri pernah tumbang ketika harus melunasi utang Bank Summa yang terkena likuidasi pemerintah. Ketika itu, Bank Summa yang dipimpin oleh Edward Soeryadjaya mempunyai manajemen yang tidak sehat. Ketika mengalami krisis, William Soeryadjaya pun terpaksa terseret kasus dan harus menjual lebih dari 70 persen saham Astra. Namun, hal inilah yang membuat Edwin terkesan soal sosok sang ayah.

Baca Juga: PLN Menangi Lelang Pembangunan PLTB dengan Penawaran Terendah Sepanjang Sejarah

Demi menjaga nama baik, keluarga Soeryadjaya harus menyelesaikan kewajiban kepada setiap nasabahnya setelah terlikuidasi. Kejadian tersebut justru membentuk Edwin sebagai pribadi yang bertanggung jawab dan pekerja keras.

“Saat itu, ayah perintahkan saya untuk tidak ditinggal, sehingga saya pun manut dan bantu Bank Summa. Tapi, saya berpikir, Bank Summa tidak bisa kalau harus terus menerus ambil uang. Jadi saya minta tolong ke daddy, untuk kasih saya kekuasaan. Sayangnya, ayah saya tidak mau menandatangi dokumen tersebut. Karena, tidak ingin saya menanggung beban,” ungkapnya.

Dia mengakui saat itu nama besar Astra hilang dan dia tidak memiliki kedudukan apapun di perusahaan. Namun, berkat sikap yang baik dan motivasi untuk menghidupi keluarga dengan cara yang halal, itu menjadi gerbang pemuka untuk dirinya kembali meraih kesuksesan.

Baca Juga: Perusahaan & Konglomerat Batu Bara Terbesar di Indonesia

Bermodal pengetahuan ketika Edwin sempat mengurusi bagian telekomunikasi di Astra. Dia pun memberanikan diri mengikuti tender Kerja Sama Operasi milik PT Telkom pada tahun 1996.

“Saya pernah membuka dua tiga usaha dan gagal. Dari situ saya cari celah, dan kebetulan saya sempat mengurusi bagian telkomunikasi, jadi saya tahu kalau Telkom akan privatisasi. Nah, karena saya tahu Telkom adalah perusahaan yang menguntungkan, maka saya pun kejar. Bermodalkan nama baik, perasaan iba dari kawan dan juga keberuntungan, membuat saya berhasil menjadi satu dari lima pemenang tender KSO tersebut,” katanya.

“Saya tidak tahu kenapa ketika itu ada 40 bank yang bersedia memberikan kredit kepada saya untuk menjalani proyek itu. Lalu saya berpikir mungkin ini karena nama baik ayah saya yang sering membantu orang lain sehingga saya yang merasakan dampaknya. Kita hanya berusaha tapi Tuhan juga yang menentukan,” jelas Edwin.

Prinsip Tabur Tuai

Prinsip tabur tuai pun menjadi salah satu faktor kesuksesan dirinya. “Anda tahu tabur tuai? Jadi kedua orang tua saya itu pemurah hati, banyak menabur di mana-mana, gereja, masjid dan juga anak yatim piatu. Mereka banyak membantu tanpa imbalan. Mungkin karena itu hasil dari taburan orang tua saya, saya yang menuai,” ujatnya.

Edwin menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Adaro Energy Tbk. (batubara & energi), PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (menara telekomunikasi), PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk. (otomotif konsumen) dan PT Merdeka Copper Gold Tbk. (pertambangan emas dan tembaga). Beliau juga menjabat sebagai Ketua (Non-Eksekutif) di Interra Resources Limited (minyak dan gas).

Baca Juga: Kerja Sama Hyundai-Adaro Minerals Jamin Pasokan Alumunium ke Industri Otomotif

Dirinya juga tetap aktif di masyarakat melalui perannya sebagai salah satu pendiri Yayasan William Lily dan anggota Dewan Pembina Yayasan Ora Et Labora. Berhasil dengan Adaro, saat ini Edwin juga sudah menjajaki kerja sama dengan supplier baterai terbesar di China yang menyuplai Tesla.

Rencananya, baterai tersebut akan dibuat di Indonesia. “Terobosan-terobosan seperti ini akan mengangkat citra Indonesia, bukan hanya ekspor barang mentah tapi ada nilai tambah,” pungkas Edwin.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Kisah Perjalanan Karier Edwin Soeryadjaya, Raih Kesuksesan Lewat Prinsip Tabur Tuai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya