SOLOPOS.COM - Warga menunjukkan jahe yang ditanam di Dukuh Jumbleng, Desa Banyuanyar, Ampel, Boyolali, Sabtu (9/10/2021). (Solopos.com/Cahyadi Kurniawan)

Solopos.com, BOYOLALI—Berada di kawasan minim air tak membuat Kelompok Tani Sumber Agung 1 Dukuh Jumbleng, Desa Banyuanyar, Ampel, Boyolali, menyerah. Mereka mengembangkan komoditas jahe organik dengan produktivitas hingga 10 ton per hektare. Kini, mereka tengah menjajaki pengembangan produk turunan jahe agar memberikan nilai tambah ekonomi bagi warga setempat.

Ketua Kelompok Tani Sumber Agung 1, Dukuh Jumbleng, Jumadi, menuturkan pengembangan budidaya jahe organik bermula saat kelompok itu mendapatkan pelatihan dari Balai Perlindungan Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (BPTPHP) Dinas Pertanian Jawa Tengah pada 2018 lalu.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Jahe ditanam tidak menggunakan pupuk kimia. Sebagai gantinya semua kebutuhan pupuk dan pestisida dikembangkan dengan metode organik memanfaatkan agen hayati.

Baca Juga: Anak Dilarang di Objek Wisata, Masyarakat Klaten Berharap Pelonggaran

Kini, kelompok tani itu menggarap lahan seluas dua hektare. Musim tanam dimulai Oktober hingga November seiring dimulainya musim hujan. Kemudian, masa pemeliharaan dimulai pada Januar-Februari mulai dari menyiangi rumput dan memupuk tanaman.

Pada April mereka mulai membersihkan gulma. Lalu, tiga bulan kemudian, pada Juli-Agustus tanaman jahe organik siap dipanen. Masa panen jahe ini hanya butuh 7-8 bulan.

“Produktivitasnya per hektare bisa 10 ton. Kami biasanya hasilnya mencapai 10 kali lipat dari bibit yang ditanam,” kata Jumadi, saat berbincang dengan Solopos.com di Dukuh Jumbleng, Sabtu (9/10/2021).

Baca Juga: Pengelola Wisata di Klaten Sulit Larang Anak Masuk Objek Wisata

Ada tiga jenis jahe yang ditanam di Dukuh Jumbleng yakni jahe merah, jahe emprit, dan jahe gajah. Sebetulnya, masih ada jahe kapur. Namun, jahe kapur tidak begitu populer lantaran hasilnya kurang bagus dan harganya lebih rendah ketimbang jenis jahe lainnya.

Untuk sementara, jahe hasil kebun Kelompok Tani Sumber Agung 1 umumnya dijual ke pasar. Harga jahe berkisar Rp16.000-Rp20.000 per kilogram. Pada masa awal pandemi, harga jahe sempat meroket menjadi Rp35.000 per kilogram.

“Ke depan, kami berharap kelompok tani bisa menjadi semacam pengepul jahe yang dihasilkan anggota. Kami juga akan mengolah jahe menjadi beberapa produk agar nilai tambahnya naik,” tutur Jumadi.

Baca Juga: Objek Wisata Padat, Tulung dan Polanharjo Klaten Berlakukan Buka-Tutup

Saat ini, produk turunan yang dikembangkan baru sebatas serbuk minuman jahe. Dengan diolah menjadi produk siap konsumsi, kelompok tani memiliki margin tambahan hingga 40 persen dibanding jika menjual bahan mentah atau bahan baku.

Beberapa produk lain yang sedang dikembangkan oleh Kelompok Tani Sumber Agung 1 seperti pengembangan sirup jahe, roti jahe, keripik jahe, dan lainnya.

“Kami perkaya lagi varian produk bukan hanya serbuk, ada roti, ada keripik, sirup, dan lainnya. Kami mengkaji semua agar muaranya sesuai harapan desa yakni meningkatkan ekonomi masyarakat,” tutur Jumadi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya