SOLOPOS.COM - Seorang petani memetik buah kakao di Desa Giriwarno,  Kecamatan Girimarto, Wonogiri. Foto diambil baru-baru ini. (Istimewa/Purwanto)

Solopos.com, WONOGIRI– Kabupaten Wonogiri memiliki potensi komoditas kakao dengan produksi sekitar 402 ton per tahun. Namun belum ada pabrik pengolah biji kakao yang mendukung ekosistem industri kakao di Wonogiri.

Kepala Seksi Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Wonogiri, Parno, mengatakan upaya mengolah biji kakao yang dilakukan lintas sektor belum tercapai karena terkendala modal. “Pada tahap awal kan banyak pengorbanan dan kegigihan. Perlu penguatan kepada pegiat kakao,” kata dia kepada Solopos.com, Kamis (2/12/2021).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Menurut dia, mengolah biji kakao tidak semudah mengolah biji kopi. Biji kakao harus dipisahkan dari kandungan minyaknya. Produk cokelat dari ampas atau biji kakao. Sedangkan minyak kakao bisa untuk bahan roti.

Baca Juga: Pasien HIV-Covid-19 Tidak Ditemukan di Wonogiri

Parno mengatakan ada sejumlah pelaku usaha yang mulai memproduksi kue dengan kakao hasil panen petani setempat. Salah satunya berada di Desa Giriwarno, Kecamatan Girimarto. Namun seluruh prosesnya masih manual dengan cara sangrai dan menumbuk.

Adapun Pemkab Wonogiri pernah memfasilitasi para petani melalui sejumlah BUM desa untuk menjual hasil panen kakao ke  Kota Solo pada 2018/2019. Parno menjelaskan permintaan biji kakao dari Solo setiap bulan 3 ton namun sejumlah bumdes hanya sanggup 1 ton per bulan.

“Ada kesepakatan pembelian biji kakao Rp25.000 per kilogram. Waktu itu harga kakao naik turun kelihatannya BUM desa ini tidak jalan karena komitmen petani kurang. Kalau harga pasaran lebih dari Rp25.000 petani menjual ke luar BUM desa namun saat harga di bawah Rp25.000 mereka mengeluh dan baru menjual ke BUM desa,” paparnya.

Baca Juga: Penyandang Disabilitas Gatak Klaten Berlatih Hadapi Potensi Bencana

Dia mengatakan BUM desa berusaha mencari pasokan dari luar desa setempat namun tidak berjalan lancar. BUM desa yang tergabung antara lain Desa Kasihan, Desa Kerjo Lor, Desa Waleng, Desa Giriwarno, Desa Kopen, dan Desa Giriyoso.

Kepala Desa Giriwarno, Purwanto, mengatakan BUM desa Rondo Kuning membeli hasil panen petani kakao setempat. Biji kakao yang bermutu baik diolah oleh BUM desa. Sedangkan biji kakao yang kurang baik dijual. Purwanto tidak hafal berapa banyak biji kakao yang diserap BUM desa.

“BUM desa mengolah menjadi bubuk cokelat dengan merek Rondo Kuning sesuai nama BUM desa. Kemarin ada permintaan dari dinas dan sekolah-sekolah,” paparnya.

Baca Juga: Gencar Uji Petik Antigen Pelajar, Dinkes Klaten Tak Temukan Kasus Covid

Dia mengatakan BUM desa mampu membeli biji kakao lebih tinggi dari harga pasaran namun BUM desa kesulitan mencari biji kakao kualitas baik. Para petani perlu penyuluhan karena kerap kali memanen buah kakao yang belum waktunya atau belum matang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya