SOLOPOS.COM - Anggota DPR RI, Luluk Nur Hamidah, saat mengunjungi Pasar Bunder Sragen untuk mengecek harga kebutuhan pokok, Rabu (9/3/2022). (Solopos.com/Wahyu Prakoso)

Solopos.com, SOLO — Karut marut tata niaga minyak goreng di Tanah Air memantik keprihatinan anggota Komisi IV DPR, Luluk Nur Hamidah. Wakil rakyat dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV Jawa Tengah (Jateng) yang meliputi Kabupaten Sragen, Karanganyar, Wonogiri, tersebut mengajak lembaga DPR RI menyatakan dengan tegas untuk melawan semua praktik mafia pangan di negeri ini.

“Saya kira DPR harus menyatakan sikap dengan sangat tegas bahwa kita melawan semua mafia pangan dan semua pihak yang tega mengambil keuntungan pribadi dari situasi krisis belakangan ini,” ujar dia melalui telepon seluler, Jumat (18/3/2022).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengungkapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) sebesar 20 persen yang dilakukan. Kebijakan intervensi dengan anggaran mencapai Rp3,6 triliun itu seharusnya bisa mencukupi kebutuhan rakyat.

Baca juga: Pemerintah Siapkan 200.000 Ton Per Bulan Minyak Goreng Curah

Namun pada praktiknya rakyat masih kesulitan dengan tak adanya minyak goreng di pasaran. Kalau pun ada harganya relatif tinggi. “Yang namanya DMO 20 persen, seharusnya intervensi Rp3,6 triliun masyarakat bisa mandi minyak goreng,” terang dia.

Luluk prihatin ternyata kebijakan itu tak mampu menjamin ketersediaan minyak goreng di pasaran. Bahkan ada tragedi seorang ibu rumah tangga yang harus meregang nyawa setelah antre untuk mendapatkan minyak goreng, di Kalimantan Timur.

“Antrean mengular yang dilakukan para ibu-ibu dan membuat satu nyawa melayang terlalu besar bagi Indonesia sebagai negeri penghasil sawit terbesar. Kematian ini terlalu besar untuk kita pertanggungjawabkan kepada Tuhan dan rakyat,” ujar dia.

Baca juga: YLKI Desak KPPU Selidiki Dugaan Kartel dan Oligopoli Minyak Goreng

Luluk merasa upaya untuk melindungi rakyat Indonesia atas apa yang dikaruniakan Tuhan, belakangan berada pada titik terendah. Contohnya sistem atau tata kelola pangan rakyat yang dapat dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan oligarki (swasta).

“Mendag pada tanggal 9 Maret 2022 mengatakan ada 415 juta minyak goreng raib di pasaran. Mendag mengatakan seharusnya ini diusut tuntas oleh aparat keamanan atau Polri, sampai sekarang belum tahu tindakan dari Polri atau Bareskrim,” urai dia.

Penguasaan Korporasi

Padahal berdasarkan data yang diperoleh Luluk, luas area perkebunan kelapa sawit Indonesia per 2021 sebanyak 15,8 juta hektare. Dari jumlah itu penguasaan korporasi besar swasta di angka 8,42 hektare, dan perkebunan sawit rakyat 6,8 hektare.

Baca juga: Curhat Pedagang Pasar di Sukoharjo Masih Susah Dapatkan Minyak Goreng

Sisanya, Luluk melanjutkan, lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia dikuasai oleh negara atau 3,84 persen. Sedangkan produksi kelapa sawit mencapai 49,7 juta ton. Ironisnya, alokasi anggaran peremajaan sawit rakyat hanya di angka Rp6,59 triliun.

“Padahal subsidi atau insentif biodiesel untuk korporasi swasta besar Rp110,3 triliun atau 79,04 persen. Ini jadi pertanyaan besar terutama di Komisi IV DPR tentang rasa keadilan yang seharusnya jadi tujuan bersama saat melahirkan UU,” tegas dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya