Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi
Karya ini mendapatkan penghargaan sebagai juara kedua dalam kegiatan Lomba Karya Tulis Mahasiswa Airlangga Medical Scientific Writing Competition 2011 (Amastigot) pada Oktober lalu. Diungkapkan Yazjudan, tema ini dipilih lantaran tak sedikit masyarakat di dunia yang menderita tuberkulosis namun gagal untuk menanggulanginya. Ketersediaan obat tuberkulosis tak menjamin penanggulangan penyakit jika masyarakat malas mengonsumsi obat atau takut terkena penyakit baru lantaran terlalu banyak mengonsumsi obat. “Pada tahun 2006 jumlah kasus tuberkulosis mencapai 14,4 juta kasus dengan prevelensi angka kematian 38/ 100.000 penduduk, hal inilah yang menjadi pemicu kami untuk meneliti kasus ini,” jelas dia saat dijumpai wartawan di Kantor Humas UNS, Kamis (2/2/2012).
Berdasarkan hasil kajian yang diterima tim, teh hijau ini memiliki senyawa polyphenols. Kandungan ini membikin teh hijau lebih kaya antioksidan 10 kali dari vitamin C dan 100 kali lebih tinggi dibandingkan kandungan yang terdapat pada vitamin E. Dia mengungkapkan kandungan dari teh hijau ini diketahui mampu menghambat proses infeksi dan mencegah perkembangan microbakteri, termasuk di antaranya HIV. Lebih lanjut pria kelahiran Kediri, 26 April 1990, mengatakan teh hijau bisa direkomendasikan sebagai terapi adjuvan atau terapi tambahan untuk menanggulangi tuberkulosis. “Banyak manfaat yang bisa didapatkan dari teh hijau, namun masyarakat belum mengetahuinya,” jelas dia.
Lebih lanjut diungkapkan Afandi, secara rinci bagaimana pemanfaatan teh hijau tersebut harus ada penelitian lebih lanjut, apakah harus dijadikan ekstrak atau hanya melalui diseduh. Dia mengungkapkan dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui kandungan yang didapatkan melalui hasil penggunaan teh hijau seduh maupun yang menggunakan ekstrak. “Pada prinsipnya kedua cara itu bisa dilakukan hanya saja kami harus tahu cara mana yang lebih efektif dan lebih besar manfaatnya,” jelas dia.
JIBI/SOLOPOS/Dina Ananti Sawitri S