SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Mereka di seputaran Hollande, JIBI/Photo

Mereka di seputaran Hollande, JIBI/Photo

JAKARTA–Francois Hollande hari ini (7/5) resmi mengalahkan Nicholas Sarkozy dalam pemilihan Presiden Prancis. Sarkozy secara jantan mengakui kekalahannya, setengah jam dari tempat pemungutan suara terakhir ditutup hari Minggu (6/5).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Dengan penghitungan cepat, kementerian dalam negeri seperti dikutip dari ABC.net.au menyatakan Hollande meraup 51,7% mengungguli raihan Sarkozy yang hanya mencapai 48,3% yang langsung disambut Hollande sebagai sebuah tindakan rakyat Prancis yang telah memilih perubahan.

Politisi 57 tahun asal Rouen, kota di barat laut Prancis itu berharap untuk memberikan kembali harapan bagi rakyat Prancis dan berjanji untuk menjadi presiden untuk semua orang.

“Saya sangat menghargai kehormatan yang telah diberikan pada saya, dan pentingnya tugas saya sekarang di depan Anda,” ujar Presiden Republik Kelima itu dalam pidato yang disambut massa Partai Sosialis dengan lambaian bunga mawar.

Kemenangan ini menempatkan Partai Sosialis menguasai eksekutif dan legislatif karena tujuh bulan sebelum pemilihan presiden Partai Sosialis menang pemilu legislatif. Mereka meraih 177 kursi senat, dua kursi lebih banyak daripada yang diperlukan untuk memegang mayoritas mutlak.

Dengan kata lain, Hollande berpeluang bisa menjalankan rencana-rencananya dengan mulus karena negara Prancis merupakan sebuah negara Republik yang menganut sistem pemerintahan semi presidensiil dan sistem parlemen dua pintu (bikameral)

Disebut semi Presidensiil karena dalam menjalankan roda pemerintahan, Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan dibantu oleh seorang Perdana Menteri. Hal ini berbeda dengan sistem pemerintahan yang presidensiil secara murni dimana Presiden hanya menjalankan pemerintahan seorang diri dengan hanya dibantu kabinet.

Dengan sistem semi Presidensiil, Perdana Menteri Prancis (Premier ministre français) dalam Republik Kelima adalah kepala pemerintahan menjabat dan Dewan Menteri Prancis sementara Kepala negara di Prancis adalah Presiden Republik Prancis.

Artinya dekrit dan keputusan Perdana Menteri, semuanya berupa keputusan eksekutif artinya sebenarnya Perdana Menterilah yang bertanggungjawab untuk kebijakan pemerintahan.

Dalam menjalankan sistem pemerintahan di Prancis, kabinet yang anggotanya terdiri dari dewan-dewan menteri berada di bawah kepemimpinan Perdana Menteri. Sedangkan Presiden bersama dengan Sidang Nasional dan Parliement Sovereignity akan mengangkat Dewan Konstitusi.

Legislatif di Prancis menggunakan sistem parlemen bikameral yang terdiri dari National Assembly (sidang Nasional) dan Perliament Sovereignity (Senat Tidak Berpendapat).

Dewan Konstitusi berjumlah 9 orang yang tugas utamanya adalah mengawasi ketertiban dalam proses pemilihan presiden dan parlemen serta mengawasi pelaksanaan referendum.

Artinya, pertarungan Sosialis kini bergantung bagaimana memasukkan nama Perdana Menteri mereka di depan pertarungan legislative di Prancis yang menggunakan sistem parlemen bikameral yang terdiri dari National Assembly danPerliament Sovereignity.

Dengan sistem bikameral, parlemen dapat membubarkan kabinet sehingga pihak mayoritas menjadi penentu pilihan pemerintah. Dengan kata lain, Hollande dan Partai Sosialis bisa nyaman menjalankan program karena terjadi pemisahan kekuasaan yang jelas antara legislatif (parlemen), eksekutif (Presiden), yudisial (badan kehakiman).

Calon kuat PM

Satu nama calon perdana menteri yang kini disebut-sebut bakal mendampingi Hollande adalah Martine Aubry. Perempuan kelahiran 8 Agustus 1950 ini adalah Sekretaris Pertama dari Partai Sosialis Prancis sejak November 2008 dan Walikota Lille (Nord) sejak Maret 2001.

Aubry paling tepat mengisi jabatan tersebut karena memiliki trah sosialis, kemampuan intelegensia dan pengalaman administrasi paling mumpuni disbanding rekan-rekannya di Partai Sosialis.

Darah sosialis Aubry diwarisi dari sang ayah, Jacques Delors, yang menjabat sebagai Menteri Keuangan di bawah Presiden François Mitterrand dan juga Presiden Komisi Eropa. Delors adalah tokoh besar dalam integrasi Eropa. Aubry sendiri bergabung dengan Partai Sosialis pada 1974.

Sementara untuk urusan inteligensia, Aubry adalah jebolan École nationale d’administration, sekolah top di Prancis yang banyak menghasilkan cendekia dan tokoh Prancis.

Dengan kemampuannya itu Aubry diangkat menjadi Menteri Perburuhan oleh Perdana Menteri Édith Cresson pada 1991, namun harus melepas posisinya dua tahun berselang setelah pihak kanan memenangkan pemilu legislatif.

Namun, dia menjadi Menteri Sosial ketika Lionel Jospin ditunjuk Perdana Menteri pada 1997. Dia banyak dikenal karena telah mendorong hukum 35-jam pekan kerja (Loi Aubry), mengurangi panjang nominal minggu penuh waktu kerja normal 39-35 jam, dan hukum yang menciptakan Couverture maladie universelle (semacam Jamkesmas).

Aubry mengundurkan diri dari jabatan Kabinet nya pada 2001 untuk dipilih menjadi Walikota Lille. Aubry kemudian kehilangan kursi di Majelis Nasional dalam pemilihan umum 2002 dan pada Maret 2008, dia terpilih kembali Walikota Lille, dengan 66,55% suara.

Pada November 2008, dia terpilih untuk memimpin Partai Sosialis, nyaris mengalahkan Ségolène Royal. Menariknya, Aubry adalah seteru calon presiden Partai Sosialis yang akhirnya dimenangkan François Hollande.



Satu hal yang mungkin sedikit mengganjal pasangan pemimpin Prancis ini adalah latar belakang rumah tangga mereka. Hollande kini memilih tinggal bersama dengan wartawati Valerie Trierweile tanpa menikah, setelah memiliki empat anak dari pasangan (maaf) kumpul kebo sebelumnya, Segolene Royal. Sementara Aubry kini melajang setelah bercerai dengan suaminya Xavier Aubry. (JIBI/nel)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya