SOLOPOS.COM - Ilustrasi musim kemarau. (Freepik.com)

Solopos.com, JOGJA — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta memprakirakan musim kemarau di seluruh wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta atau DIY terjadi secara bersamaan pada awal Juni 2022.

“Awal Juni seluruh wilayah DIY sudah masuk musim kemarau. Untuk DIY bagian selatan sudah masuk kemarau, tapi bagian tengah hingga utara masih pancaroba,” kata Kepala Stasiun Klimatologi Sleman, Reni Kraningtyas, Selasa (24/5/2022).

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Reni mengatakan untuk puncak musim kemarau di DIY diprakirakan terjadi pada Juli hingga Agustus 2022. “Nanti curah hujan pada Juni akan berkurang dibandingkan Mei. Meski Juli juga masih ada hujan, tetapi cenderung berkurang dibandingkan Juni,” kata dia.

Menurut dia, kemarau di DIY akan bersifat basah, sehingga masih memungkinkan turunnya hujan. Kondisi itu, kata dia, dipicu adanya anomali suhu permukaan laut di Samudra Hindia Selatan Jawa dengan anomali suhu 0,5 derajat Celcius sampai 1,0 derajat Celcius.

“Suhu muka laut masih sangat hangat, sehingga potensi pembentukan awan-awan hujan masih ada,” ujar dia.

Baca juga: Belum Bisa Mandiri, Biaya Pengelolaan TBG Masih Andalkan Danais DIY

Selain itu, berdasarkan pemantauan terhadap anomali iklim global di dua samudra, yaitu Samudra Pasifik Ekuator dan Samudra Hindia menunjukkan indikasi munculnya anomali iklim berupa La Nina moderat.

Namun demikian, La Nina moderat atau sedang itu, kata dia, akan berangsur melemah sampai dengan September 2022, sehingga tetap berpeluang terjadi kekeringan meteorologis.

“Juni kami prediksikan La Nina berangsur melemah, artinya curah hujan terus berkurang,” kata dia.

Baca juga: Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Selasa 24 Mei: Berawan Sepanjang Hari

Oleh karenanya, Reni meminta masyarakat mulai mempersiapkan diri dengan musim kemarau yang bersifat atas normal. Ia mengimbau para petani di DIY mulai mempersiapkan pola tanam yang sesuai kondisi tersebut agar tidak mengalami gagal panen.

“Karena curah hujan bulanannya di bawah 200 milimeter, petani lebih cocok menanam palawija,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya