SOLOPOS.COM - Tempat penjualan madat opium di Solo sekitar 1900-an. (Twitter/@potretlawas)

Solopos.com, SOLO — Kota Solo di Jawa Tengah menyimpan sejarah sebagai tempat bisnis ganja di zaman dulu. Tempat bisnis barang ilegal itu salah satunya berada di Kampung Laweyan.

Pada zaman kejayaan Keraton Kartasura (Kerajaan Mataram), Laweyan menjadi bandar utama seluruh kebutuhan masyarakat Kota Nagari Pajang. Baik barang legal maupun ilegal berupa opium yang masih mentah.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

Jejak bisnis ganja di Kota Solo zaman dulu telah diteliti para peneliti dari Inggris, New Zealand, dan berbagai negara lainnya. Salah satunya berada di lorong rahasia bawah tanah di Kampung Laweyan.

Baca juga: Misteri Lorong Bawah Tanah di Solo, Ternyata Eks Jalur Distribusi Candu

Ekspedisi Mudik 2024

Keberadaan lorong yang diduga dibangun semasa Kerajaan Pajang tahun 1549 dia ceritakan di akun Instagram (IG)@Kanjengnuky, pecinta sejarah Kota Solo yang juga sentana Dalem Sinuhun Paku Buwono X, KRMT L Nuky Mahendranata Nagoro, 49, yang memang banyak bercerita tentang sejarah Solo dan sekitarnya dua hari lalu.

Menurutnya, lorong rahasia di Kampung Laweyan itu memiliki fungsi. Salah satunya sebagai jalur distribusi ganja di Solo pada masa lalu. Sebab saat itu kawasan Laweyan menjadi pelabuhan atau bandar utama semua kebutuhan warga Kerajaan Pajang, yaitu Bandar Kabanaran.

Baca juga: Solo Dulu vs Sekarang: Prapatan Panggung Jebres Tetap Ramai

Perdagangan Ganja di Solo

Tidak hanya barang kebutuhan legal seperti rempah-rempah dan makanan, tetapi juga barang ilegal seperti opium atau candu. Pada masa Amangkurat II memang impor dan monopoli candu di daerahnya dibolehkan.

Alhasil candu menjadi konsumsi masyarakat umum, utamanya yang mampu membelinya. Tahun 1677 merupakan awal bisnis candu ini, sehingga menjadi konsumsi masyarakat masa itu. Opium diangkut via jalur air.

“Salah satu jalur masuk opium menggunakan perahu-perahu dari Jawa Timur melalui Sungai Bengawan Solo dan masuk ke sungai-sungai kecil, termasuk Kali Jenes dan berlabuh di Bandar Laweyan,” tutur dia.

Baca juga: Asal Usul Keraton Solo, dari Kartasura Rusak Jadi Surakarta

Selanjutnya opium itu diangkat melalui lorong-lorong bawah tanah yang terhubung dengan rumah-rumah saudagar batik di Laweyan. Saat itu menurut Nuky penggunaan opium lazim sebagai obat penambah stamina.

“Dulu opium di Solo bukan hanya untuk sajian pesta kaum ningrat. Tapi untuk kalangan menengah ke bawah, termasuk karyawan batik yang banyak menggunakannya untuk doping, menghilangkan rasa lelah,” tambah dia.

Baca juga: Cerita Boyongan Keraton Mataram dari Kartasura ke Solo

Selain sebagai jalur distribusi opium, Nuky tak menampik kemungkinan lorong-lorong di Laweyan sebagai tempat melarikan diri saat diserang musuh. Sebab saat itu para saudagar batik Laweyan tak akur dengan Keraton.

Kemungkinan lain dari keberadaan lorong-lorong di Laweyan, menurut Nuky sebagai tempat bersembunyi saat ada perampok. Sebagai saudagar yang kaya, otomatis mereka rentan menjadi sasaran perampokan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya