SOLOPOS.COM - Florence Sihombing, mahasiswi pascasarjana Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) yang jadi musuh bersama sebagian warga Jogja. (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Solopos.com, SOLO – Kasus Florence Sihombing yang membuat geger sebagian warga Jogja mestinya cukup mendapat hukuman di media sosial. Bullying para netizen terhadap Florence melalui aneka media sosial mestinya sudah menjadi hukuman yang memadai.

Demikian benang merah diskusi yang menghadirkan pakar hukum, dan pegiat Internet dalam acara Passion Four di Radio Solopos FM, Senin (8/9/2014) malam. Dalam program perbincangan yang dipandu oleh Retno Wulandari itu diundang sebagai pembicara advokat yang juga doktor Ilmu Hukum dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo M. Taufiq dan Blontank Poer, peselancar dunia maya yang menggagas komunitas blogger di Solo.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Seperti diberitakan Solopos.com, Florence yang memposting sebuah status di akun Path miliknya menuai masalah. Perempuan itu menjadi korban bullying para netizen hingga hendak dipenjarakan.

Ekspedisi Mudik 2024

Menurut Taufiq dalam perbincangan bertajuk Think Before, Bijak dengan Sosial Media itu, Florence mestinya tak perlu dipenjarakan karena mestinya cukup mendapat hukuman di media sosial. Taufiq beranggapan kasus Florence itu bukan termasuk tindakan kriminal.

Kasus Florence, papar dia, semakin naik daun di media massa karena capture status yang ia posting di Path tersebar. Screen capture tersebut tersebar melalui broadcast BBM dan dibagikan di media sosial lain seperti Twitter dan Facebook.

Bukan hanya di dunia maya, ia mendapat kecaman di dunia nyata. Sejumlah warga Jogja bahkan sampai-sampai rela berdemonstrasi untuk mengusir Florence dari kota mereka.

Hukuman Bully
Sementara itu, Blontank Poer memaparkan bully pada hakikatnya semacam hukuman. Seperti kasus Florence itu, ia sudah mendapatkan berbagai komentar dan kecaman dari para pemilik akun di media sosial.

Bahkan tak puas dengan bullying itu, sebagian warga Jogja mengadukan Florence ke Polda DIY atas tuduhan pencemaran nama baik masyarakat Jogja. Hal itu lalu dikaitkan dengan pelanggaran Pasal 27 ayat 3 UU No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Jika demikian, mestinya bukan hanya Florence yang dihukum, melainkan orang-orang yang turut membagikan dan menyebarkan capture status Florence,” kata Blontank mengingatkan aparat penegak hukum yang selama ini hanya terpaku pada jerat hukum bagi Florence.

Diingatkan Blontank dan Taufiq, membagikan dan menyebarkan capture status Florence sama halnya dengan menyebarkan status Florence yang dianggap mencermarkan nama baik Jogja. Lebih dari itu, bully yang mereka sampaikan atas status Florence juga bisa dianggap mencemarkan nama baik Florence dan menghina mahasiswi S-2 UGM itu.

Lebih lanjut, Taufiq mengingatkan sesungguhnya Pasal 27 UU ITE tersebut masih perlu diperbaiki dan telah ditolak dua kali oleh Mahkamah Konstitusi. Itulah pasalnya, Taufiq beranggapan bahwa Florence tidak terjerat hukum kriminal melainkan hukum etika mengenai sopan santun ketika berkomunikasi di media sosial. (A.Nindya Paramita/JIBI/Solopos.com)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya