SOLOPOS.COM - Sukarelawan pendukung Didik Andriatno menunjukkan tanda terima surat aduan dari Polres Wonogiri di Pojok, Ngabeyan, Sidoharjo, Wonogiri, Minggu (29/9/2019). (Solopos/Rudi Hartono)

Solopos.com, WONOGIRI — Kasus dugaan politik uang di sejumlah desa penyelenggara pemilihan kepala desa (pilkades) serentak Wonogiri, Rabu (25/9/2019) lalu, dipastikan tidak akan mempengaruhi hasil pilkades.

Hukuman pidana bagi kepala desa (kades) terpilih atas kasus politik uang pun tidak bisa membuatnya diberhentikan dari jabatannya. Hal itu karena perkara yang dihadapi tidak memenuhi syarat sebagai perkara yang berdampak pada pemberhentian kades.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Hal yang dapat membatalkan hasil pilkades hanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal itu dijelaskan Kabid Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Wonogiri, Zyqma Idatya Fitha, saat diwawancarai Solopos.com, Selasa (1/10/2019).

Seperti diketahui, kasus dugaan politik uang muncul di Pilkades Sugihan, Bulukerto, dan Ngabeyan, Sidoharjo. Fitha menyampaikan panitia pemilihan dapat menyelesaikan aduan masyarakat atas hasil pilkades. Namun, jika tak bisa menyelesaikan, perselisihan selanjutnya diselesaikan Bupati.

Aduan yang dapat diselesaikan panitia atau Bupati hanya terkait hasil pilkades. Fitha menegaskan putusan penyelesaian perselisihan tersebut tidak memengaruhi hasil pilkades.

“Tapi, kalau yang diadukan terkait proses pilkades, seperti dugaan ketidaknetralan panitia yang diadukan salah satu cakades di Ngabeyan, yang bisa menangani PTUN,” kata Fitha.

Tindak lanjut Pemkab atas gugatan itu sesuai amar putusan PTUN. Apabila PTUN memutus pilkades tidak sah dan memerintahkan agar dilaksanakan pilkades ulang, Pemkab harus melaksanakannya.

Penyuapan

Artinya, meski pilkades dinyatakan tidak sah, cakades yang semula kalah dan mengadu tidak serta merta menjadi kades terpilih. “Aduan di Sugihan bisa diselesaikan panitia tingkat desa. Kalau aduan di Ngabeyan kemungkinan besar akan diselesaikan Bupati karena aduan di tingkat panitia tak bisa selesai. Di desa lain tidak ada aduan,” imbuh Fitha.

Ihwal aduan politik uang yang kini ditangani polisi, Fitha menerangkan apabila perkara itu sampai ke meja hijau dan hakim menjatuhkan hukuman kepada seseorang atau kades terpilih sekali pun, putusan tak membuat kades terpilih bersangkutan diberhentikan.

Sesuai regulasi, kades dapat diberhentikan jika menjadi terpidana kasus yang ancaman hukumannya minimal lima tahun penjara. Di sisi lain, ancaman hukuman kasus politik uang pilkades maksimal hanya sembilan bulan penjara.

Seperti diketahui, kasus politik uang pilkades ditangani polisi sebagai perkara penyuapan sebagaimana diatur dalam Pasal 149 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tentang Kejahatan terhadap Kewajiban dan Hak Kenegaraan.

“Misalnya saja kades yang dihukum. Baik putusan dijatuhkan sebelum atau setelah dilantik, kades bersangkutan tidak bisa diberhentikan. Setelah menjalani hukuman dia tetap bertugas sebagai kades. Tapi bagaimana pun dia bakal mendapat sanksi sosial, seperti kepercayaan warga berkurang atau lainnya,” ucap Fitha.

Ketua Panitia Pilkades Ngabeyan, Nanang Hardi, menyatakan sudah bekerja sesuai aturan dan seluruh panitia netral. Dia menginformasikan Mujiono sudah diberhentikan sebagai anggota KPPS sebelum pemungutan suara, 25 September lalu, saat diduga tak netral.

Hal itu untuk menjaga kepercayaan warga. Setelah itu Nanang mengangkat satu orang untuk menggantikan posisi Mujiono.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya