SOLOPOS.COM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo (ilustrasi/JIBI/Solopos/Dok.)

Solopos.com, JAKARTA — Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Pilkada yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Kamis (2/10/2014) menjadi “bola panas” bagi pemerintahan baru. Sebab, perppu itu baru dibahas di masa pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK), bukan SBY yang sebentar lagi mengakhiri jabatan. Baca: SBY Dituding Mainkan Konflik.

“Nanti pemerintah baru Jokowi dan mendagri baru yang akan menjelaskan perppu itu kepada DPR. Infonya sudah ada komunikasi antara Presiden Yudhoyono dan Presiden terpilih Jokowi terkait Perppu itu. Mudah-mudahan pemerintahan baru tidak kesulitan dan paham,” ujar Dirjen Otonomi Daerah, Djohermansyah Djohan, di Jakarta, Jumat (3/10/2014) malam.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Di luar itu, tidak tertutup kemunginkan akan timbul konflik konstitusional antara DPR dan Pemerintah yang dapat memicu impeachment.”

Berdasarkan UUD 1945 Perppu Pilkada tersebut akan dibahas di masa sidang berikutnya atau pada saat Presiden SBY habis masa pemerintahannya pada 20 Oktober dan dilanjutkan oleh pemerintahan baru di bawah pimpinan Presiden Jokowi. Alasannya, karena sidang pertama DPR 2014-2019 berlangsung November mendatang dan memasuki masa reses, maka pembahasannya baru dilakukan mulai Januari 2015.

Djohermansyah Djohan menjelaskan dalam Perppu Pilkada yang sudah ditandatangani Presiden SBY sebagai Perppu No. 1/2014, isinya hampir sama dengan draf RUU Pilkada yang pernah disampaikan Kemendagri kepada DPR 2009-2014. “Termasuk perbaikan-perbaikan itu sudah coba ditampung, lalu ada yang minor-minor sedikit itu juga sudah dimasukkan,” jelas Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri itu seperti dikutip Antara.

Perppu no. 1/2014 berisi aturan mengenai pelaksanaan pemilu kepala daerah oleh rakyat dan mencabut UU no. 22/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Adapun Perppu no. 2/2014 merupakan beleid perubahan atas UU no. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menghapus wewenang DPRD memilih kepala daerah.

“Kedua perppu tersebut saya tandatangani sebagai bentuk nyata dukungan saya bersama-sama dengan rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan kepala daerah secara langsung,” kata Presiden di Istana Merdeka, Kamis (2/10/2014).

Langkah SBY tersebut sebenarnya sudah dikritik keras oleh beberapa politisi. Anggota DPR dari Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengatakan langkah Presiden SBY mengajukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Pilkada akan memicu konflik konstitusional antara lembaga kepresidenan dengan DPR.

Menurut Bambang Soesatyo, sesuai undang-undang, sebenarnya presiden memiliki hak untuk mencabut kembali sebuah rancangan undang-undang (RUU) kalau produk legislasi itu belum dibahas. Dengan demikian seorang presiden tidak bisa membuat kembali sebuah UU Pilkada. Namun nyatanya, SBY tidak melakukannya meskipun punya kesempatan.

“Kesimpulannya, apapun skenarionya, maka akan terjadi konflik konstitusional antara Presiden versus DPR,” ujarnya kepada wartawan, Jumat (3/10/2014). “Di luar itu, tidak tertutup kemunginkan akan timbul konflik konstitusional antara DPR dan Pemerintah yang dapat memicu impeachment,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya