SOLOPOS.COM - Massa Aksi Rakyat Jogja Tolak Kembalinya Orde Baru menggelar aksi penolakan terhadap pilkada tidak langsung di simpang empat Kantor Pos Besar Yogyakarta, Jumat (10/10/2014). Aksi ini juga menolak upaya amandemen UUD 1945 yang memberikan peluang bagi kembalinya kekuatan orde baru dan neo liberal dalam segala bidang. (Desi Suryanto/JIBI/Harian Jogja)

Solopos.com, JAKARTA — Pakar hukum dan tata negara menilai penolakan Partai Golkar terkait peraturan pengganti undang-undang (Perppu) No. 1/2014 tentang Pilkada berisiko memunculkan kekosongan aturan pilkada. Perppu itu diajukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk menggagalkan UU No. 22/2014 tentang pilkada melalui DPRD.

Pakar hukum dan tata negara Refly Harun mengatakan penolakan perppu dari Partai Golkar yang berafiliasi kuat dengan Koalisi Merah Putih (KMP) itu bakal menyulitkan penyelenggaraan pilkada karena berisiko menimbulkan kekosongan aturan.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Dengan ditolaknya perppu, saya berpendapat tidak ada aturan lagi yang mengatur penyelenggaraan pilkada ke depan. Karena UU No. 22/2014 sudah digantikan dengan terbitnya perppu yang diterbitkan SBY,” katanya kepada Bisnis/JIBI, Rabu (3/12/2014).

Padahal, pada 2015 terdapat sedikitnya 204 pilkada kabupaten/kota serta delapan pilkada tingkat provinsi yang harus digelar secara serentak oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). “Jika perppu ditolak, pembahasan aturan pilkada ke depan diprediksi akan menemui jalan buntu.”

Menurut Refly Harun, hal yang paling rasional adalah menerima perppu itu. “Dengan Golkar dan KMP menerima perppu itu, masalah tidak akan serumit itu. Selain itu, energi pemerintah dan DPR tidak terkuras untuk membahas hal yang sebenarnya sudah tuntas.”

Mahkamah Konstitusi (MK) pun juga menilai objek gugatan uji materiil dan uji formal UU Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2014 sudah hilang lantaran terbitnya dua peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) oleh Presiden SBY.

Hal berbeda diungkap pakar hukum tata negara, Margarito Kamis. “Risiko kekosongan aturan pilkada tidak akan muncul jika dalam klausul penolakan perppu oleh DPR dicantumkan implementasi UU No. 22/2014 yang sempat hilang setelah perppu terbit,” katanya kepada Bisnis/JIBI.

Namun, paparnya, jika rakyat tetap menghendaki pilkada dilakukan secara langsung, jalan satu-satunya adalah pemerintah segera menginisiasi pembentukan RUU Pilkada langsung baru kepada DPR untuk dibahas kembali bersama DPD. Tapi pembahasan RUU Pilkada baru nanti pun akan kembali menemui jalan panjang karena menurutnya KMP masih solid meski tanpa Partai Demokrat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya