SOLOPOS.COM - Pekerja memeriksa stok beras di gudang Bulog Indramayu, Jawa Barat, Kamis (9/12/2021). Meskipun disebut sudah tidak mengimpor beras selama 3 tahun, namun berdasarkan Indonesia masih mengimpor beras khusus hingga 2022. (Antara/Dedhez Anggara).

Solopos.com, SOLO – Wacana impor beras oleh Perum Bulog saat ini terus menjadi polemik. Awal November lalu, stok beras Bulog tercatat hanya 651.000 ton atau 9,9 persen dari stok beras nasional. Namun, Kementerian Pertanian (Kementan) menyebut Indonesia berpotensi surplus beras hingga 1,8 juta ton pada akhir 2022.

Bulog menyebut produksi yang terbatas menyebabkan pihaknya sulit memenuhi stok cadangan beras pemerintah sebesar 1,2 juta ton. Pada awal November stok Bulog tercatat hanya 651.000 ton atau 9,9 persen dari stok beras nasional yang tersebar 6,71 juta ton.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyebut selain di Bulog, 3 juta ton atau 50,5 persen berada di rumah tangga, 1,4 juta ton atau 22,1 persen di penggilingan, 800.000 ton atau 11,9 persen di pedagang, 300.000 ton. Sisanya, 5 persen ada di hotel, restoran, kafe, dan 37.000 ton atau 0,6 persen di Pasar Induk Beras Cipinang.

Merespons hal tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan bahwa cadangan beras nasional totalnya mencapai lebih dari 8 juta ton yang rinciannya tersebar di penggilingan, pedagang dan paling besar di rumah tangga. Pengamat pertanian Khudori mengatakan, masing-masing data yang dirilis lembaga sejatinya mengacu pada survei Badan Pusat Statistik (BPS).

Baca Juga: Harga Komoditas Pangan Jateng Hari ini: Cabai Rawit Merah Melonjak Naik!

Terkait perbedaan, Khudori menjelaskan yang disampaikan Bapanas tersebut mengacu pada stok saat ini (per awal November 2022). “Stok ini dinamis, bisa naik dan turun. Yang disampaikan Kementan kan potensi surplus akhir 2022 sebesar 1,8 juta ton. Jadi ngitung sampai akhir tahun. Beda kepentingannya. Makanya, logis datanya berbeda,” ujar Khudori seperti dilansir Bisnis.com, Selasa (22/11/2022).

Khudori menambahkan, Kementan melaporkan sampai akhir tahun ada kemungkinan surplus 1,8 juta ton beras. Jika ditambah surplus tahun lalu sebesar 5,2 juta ton, surplus akumulasi mencapai 7 juta ton.

“Masalah yang ada sekarang adalah stok CBP di Bulog yang rendah. Hanya 650.000-an ton, jauh dari stok ideal sebesar 1,2-1,5 juta ton. Pengadaan dari dalam negeri seret,” ujar Khudori. Dengan stok yang sebesar itu, menurut Khudori akan bahaya. Sebab, hal itu akan berpengaruh pada psikologi pasar dan pemerintah tidak memiliki stok memadai untuk mengintervensi pasar.

Baca Juga: Kementan Klaim Produksi Beras Nasional Aman hingga Akhir 2022

“Pihak-pihak yang menguasai stok potensial akan mengeksploitasi pasar. Ini berpeluang sampai awal tahun depan. Panen dalam jumlah besar kemungkinan baru akan terjadi akhir Februari,” jelasnya.

Khudori mengusulkan Bulog bisa memindahkan stok beras pedagang dan penggilingan jadi stok Bulog untuk memperbesar CBP dengan kontrak beli. Dia membeberkan, stok fisik itu tidak harus dipindah secara fisik, tapi tetap di gudang pedagang dan penggilingan agar tidak boros dalam biaya angkutan dan sewa gudang.

Ketika stok itu perlu untuk operasi pasar, baru dialirkan ke lokasi operasi pasar. “Tinggal Bulog itung-itungan bisnis dengan pedagang dan penggilingan. Jika cara ini dilakukan dan bisa menambah stok 700.000 ton, stok akhir Bulog setidaknya bisa 1 juta ton. Tidak perlu kebijakan impor. Ini perlu duduk bareng, ngopi-ngopi bareng di antara mereka. Karena ini pertaruhannya adalah negara. Mestinya pedagang dan penggilingan mau,” pungkas Khudori.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Polemik Impor Beras, Data Bulog dan Kementan Berbeda?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya