SOLOPOS.COM - Ilustrasi perdagangan telur ayam. (Antara-Aprillio Akbar)

Solopos.com, KULONPROGO – Harga komoditas telur di wilayah kapanewon (Kecamatan) Lendah, Kulonprogo, anjlok. Kini, harga per kilogram berkisar antara Rp15.000 sampai dengan Rp16.000. Padahal, harga yang sepadan diterima dengan ongkos produksi yang harus diterima oleh peternak berada di harga Rp20.000.

Salah satu peternak ayam petelur yang ditemui di wilayah Kapanewon Lendah Kulonprogo bernama Sardi mengatakan harga telur dari tengkulak tidak sebanding dengan ongkos produksi. Alhasil, untung pun sulit didapat.

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

“Peternak sukar dapat untung karena tidak sebanding dengan biaya produksi. Dikarenakan harga telur saat ini sedang anjlok. Terlebih, harga pakan (ayam petelur) juga sedang mengalami kenaikan. Kami semakin sulit menerima untung,” terang Sardi pada Kamis (9/9/2021).

Baca juga: Pemkot Jogja Validasi Ulang Data Warga yang Belum Vaksinasi

Harga pakan ayam petelur yang juga mengalami kenaikan semakin menambah beban Sardi. Harga pakan jagung mengalami kenaikan dari yang tadinya Rp4.000 kini Rp6.000. Harga pakan konsentrat juga naik.

“Kalau begini terus kami tidak bisa menutup biaya operasional. Harga konsentrat juga mengalami kenaikan. Setiap sak konsentrat seberat 50 kg kini dihargai Rp450.000. Naik dibandingkan tahun lalu yang berkisar Rp370.000,” terang Sardi.

Dikatakan Sardi, jika harga telur anjul, sedang harga pakan terus naik, tidak menutup kemungkinan usahanya akan bangkrut. Dirinya dan sejumlah peternak ayam petelur di Lendah berharap uluran tangan pemerintah. Agar bisa menstabilkan harga.

“Misalnya, pemerintah memberikan kebijakan agar harga pakan jagung maupun konsentrat itu bisa stabil di pasaran. Solusi saat harga telur sedang anjlok. Jadi, bisa melalui mekanisme sidak ke pasar agar harga telur tidak anjlok,” ujar Sardi.

Baca juga: Perjalanan Panjang Petani Pesisir Kulonprogo Melawan Penambangan Pasir Besi

Daya Beli Pengaruhi Harga Telur di Kulonprogo

Pengepul telur bernama Budi Prasetyo warga Kapanewon Lendah, mengatakan stok telur di pengepul justru menumpuk. Karena produksi terus berjalan dari peternak. Kurangnya daya beli masyarakat disinyalir menjadi penyebab masih banyak stok telur di pengepul.

Rendahnya harga telur yang sudah berlangsung selama kurang lebih satu bulan ini disebabkan karena turunnya daya beli masyarakat. Terlebih, ada kaitannya dengan program penyaluran bantuan sosial masyarakat kurang mampu seperti BPNT.

“Ketika ada BPNT dan PKH cair itu pasti tinggi, tapi setelah itu pasti amblek. Pernah (waktu ada BPNT) harga telur sampai Rp23.000 per kilogramnya. Kalau pasarnya lancar, setiap hari kami bisa habis lima sampai tujuh ton. Tapi kalau situasi seperti ini bisa numpuk. Satu atau dua ton bisa keluar tiap hari itu sudah Alhamdulillah,” ujar Budi.

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya