SOLOPOS.COM - Ilustrasi money politics atau politik uang (JIB/Harian Jogja/Dok.)

Solopos.com, JAKARTA — Masyarakat Indonesia diketahui masih mudah dipengaruhi oleh politik uang dalam gelaran pemilu presiden (pilpres) 2014. Publik disinyalir masih tertarik untuk menerima serangan fajar dan bahkan bersedia merubah pilihannya setelah menerima uang.

Dalam survei yang dirilis Charta Politika, sebanyak 51,8% responden menyatakan akan menerima politik uang meski belum tentu akan memilih pasangan capres yang memberikan uang tersebut. Selebihnya, 17,8% menyatakan akan menerima dan memilih pasangan capres yang melakukan politik uang, 25,4% menyatakan akan menolak pemberian politik uang, dan 5% lainnya tidak menjawab.

Promosi BRI Lakukan Penyesuaian Jam Operasional Selama Ramadan, Cek Info Lengkapnya

“Money politic [politik uang] itu yang menurut saya bisa memengaruhi pilihan di hari-hari terakhir. Ini sebuah anomali menurut saya,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya di Jakarta, Selasa (8/7/2014).

Namun Yunarto Wijaya menjelaskan politik uang yang ia maksud tidak sebatas pada praktek serangan fajar yang acap kali terjadi pada hari pelaksanaan pencoblosan. Dia mencontohkan politik uang yang diberikan kepada tokoh masyarakat atau tokoh adat yang memiliki kewenangan atau keberanian untuk mempenngaruhi pilihan mamsyarakat, atau bahkan menyuap petugas pemilu di daerah.

Ekspedisi Mudik 2024

“Itu juga bentuk politik uang yang lebih terstruktur. Itu betul-betul bisa memberikan efek kecurangan yang jauh lebih masif,” sambungnya.

Dalam survei elektabilitas Charta Politika tersebut, Jokowi-JK dipilih oleh 49,2% responden, sedangkan Prabowo-Hatta diupilih oleh 45,1% responden. Sementara sisanya 5,7% responden belum menentukan pilihan.

Menurut Yunarto, Jokowi-JK akan menang dengan perkiraann selisih 4%-8% dengan pasangan Prabowo-Hatta. Kata dioa, hanya adanya distribusi suara yang tidak normal yang bisa mengalahkan Jokowi-JK. “Salah satunya karena faktor money politik yang massif,” imbuhnya.

Sementara anggota Tim Pemenangan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Maruarar Sirait berharap agar seluruh pihak seperti Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bennar-benar menjaga agar pilpres kali ini tidak disertai dengan kecurangan.

“Khusus soal ini kami minta KPU, Bawaslu, Polri, TNI, dan Pak SBY untuk ke bawah. Siapapun yang menang kami siap asal tidak curang,” ujarnya.

Survei ini dilakukan pada 3-6 Juli 2014 di seluruh provinsi melali wawancara tatap muka. Populasi survei adalah warga Indonesia yang mempunnyai hak pilih. Jumlah sampel pada survei ini sebesar 1.200 responden dengan margin of error sebesar kurang lebih 2,83% pada tingkat kepercayaan 95%.

Sampel dipilih secara acak dengan menggunakan metode penarikan sampel acak bertingkat dengan memperhatikan karakter urban/rural dan proporsi antara jumlah sampel dengan jumlah pemilih setiap provinsi.

Unit sampel primer survei (PSU) adalah desa/kelurahan dengan jumlah sampel masing-masing 10 orang pada tiap PSU. PSU berjumlah 120 desa/kelurahan yang tersebar secara proporsional.

Quality control dilakukan terhadap hasil wawancara, yang dipilih secara ranndom sebesar 20% dari total sampel dengan mendatangi kembali responden terpilih. Dalam quality control tidak ditemukan adannya kesalahan berarti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya