SOLOPOS.COM - Kanitreskrim Polsek Banjarsari AKP Sunarto memberi pembinaan kepada sejumlah pemijat tepian jalan yang terjaring razia polisi di Mapolsek Banjarsari, Solo, Minggu (18/8/2013). Polisi sejak menjelang Lebaran lalu melarang para perempuan paruh baya itu mengais nafkah dengan membuka usaha jasa nonformal pijat di tepi jalan. (Agoes Rudianto/JIBI/Solopos)

Solopos.com, SOLO — Otoritas Polsek Banjarsari, Senin (19/8/2013), mengakui tuduhan mesum yang mendasari razia usaha jasa pijat di tepi jalan kawasan Pasar Legi, Gilingan, dan Terminal Tirtonadi, Sabtu (17/8/2013) malam lalu, didasarkan pada asumsi masyarakat. Atas dasar asumsi yang dikeluhkan masyarakat itulah polisi melarang para perempuan paruh baya itu mengais nafkah dengan membuka usaha jasa nonformal pijat di tepi jalan pada malam hari.

Kanitreskrim Polsek Banjarsari AKP Sunarto yang dihubungi Solopos.com, Senin memaparkan keresahan masyarakat terhadap pijat tenda di wilayah kerjanya mengemuka karena para pelaku usaha pijat tenda itu menggunakan sarana tertutup. Lokasi yang demikian disebutnya memunculkan asumsi negatif.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Terlebih lagi luas diketahui publik bahwa pemijat tenda mayoritas adalah perempuan sedangkan konsumennya kebanyakan laki-laki. “Yang menjadi masalah sarana pijat itu tertutup. Apalagi kalau kami perhatikan dinding kain yang digunakan dari waktu ke waktu semakin tinggi,” papar Sunarto.

Berdasarkan catatan Solopos.com, pada masa lalu, usaha jasa semacam itu memanfaatkan payung-payung sebagai penutup aktivitas memijat sehingga populer dengan sebutan pijat payung. Namun, kini kegiatan semacam itu dilakukan dalam ruangan semipermanen dengan memanfaatkan tenda sebagai tabir sehingga tak setransparan masa lalu.

“Jika sarana pijat itu terbuka mungkin tak akan menjadi masalah. Tapi kalau membuka pijat terbuka ya tentunya harus di lokasi yang etis,” imbuh Sunarto. Karena itulah Sabtu, tepat pada Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 2013 lalu, polisi merazia para pemijat yang membuka kembali usaha jasa mereka setelah dilarang beroperasi menjelang Lebaran lalu.

Para pemijat tepi jalan itu mengaku mengira larangan polisi itu diberlakukan menjelang Lebaran saja sehingga mereka membuka kembali usaha jasa nonformal mereka bakda Hari Idul Fitri. Mereka tegas membantah bahwa mereka melakukan tindakan mesum dalam menjalankan usaha jasa pijat itu kendati kini mereka tak lagi memanfaatkan payung-payung sebagai penutup aktivitas, melainkan kain bekas spanduk yang dirangkai laksana bilik.

Untuk tindak lanjut penertiban usaha jasa nonformal para perempuan pemijat yang umumnya berusia paruh baya itu, polisi menurut Sunarto, akan berkoordinasi dengan Satpol PP Pemkot Solo. Langkah itu dianggap perlu dalam mewujudkan komitmen Kepolsian Negara Republik Indonesia (Polri) membersihkan wilayah Kecamatan Banjarsari, Solo, Jawa Tengah dari pijat tenda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya