SOLOPOS.COM - Petani cabai di Sukorame, Musuk, Boyolali, Tri Rahayu, menyemprotkan cairan kimia untuk mengatasi jamur cabai, Kamis (3/3/2022).(Solopos/Ni'matul Faizah)

Solopos.com, BOYOLALI — Hasil panen sejumlah petani cabai di daerah Sukorame, Kecamatan Musuk, Boyolali, merosot akibat serangan hama dan penyakit pada tanaman cabai yang dibudidayakan. Penurunan panen cabai itu berkisar 30 persen dari panen normal.

Salah satu petani cabai di Sukorame, Musuk, Suyatman, 57, mengaku hasil panen cabai rawit hijau yang biasanya mencapai 50 kilogram per panen kini turun menjadi 15 kilogram sekali panen.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Kalau yang [cabai] hijau rawit itu dipanen tiap 10 hari sekali. Ini luasnya sekitar 600 meter, normalnya 50 kilogram sekali panen, pernah juga 70 kilogram. Sekarang panennya turun drastis, kisaran 15 kilogram hingga 20 kilogram sekali panen,” kata Suyatman saat ditemui di ladangnya, Kamis (3/3/2022).

Baca juga: Tak Hanya Cabai, Harga Daging Ayam di Boyolali Juga Naik Signifikan

Sedangkan cabai keriting merah, lanjut dia, dipanen tiap tiga hari sekali. Suyatman menerangkan hasil panen cabai keriting merah juga turun.

“Per 1.000 meter ini kalau normal bisa 1,5 kuintal. Saat ini hanya setengah kuintal. Ini karena musim hama dan kebanyakan hujan. Ini panen turun mungkin juga karena hama lalat buah. Kemudian ada yang daunnya agak memutih, itu bisa berbunga tapi sulit berbuah,” kata dia.

Belum Dipetik Lagi

Lebih lanjut, Suyatman mengaku belum mengetahui harga cabai di pasaran telah naik. Ia mengungkapkan kali terakhir menjual cabai keriting merah, harga di tingkat petani masih berkisar Rp25.000 per kilogram.

“Di pasaran naik belum tahu karena ini belum dipetik lagi. Kondisi begini ya petani kalau harganya bagus ya rugi tapi nggak seberapa, tapi misal kisaran Rp5.000 [per kilogram] ya rugi,” jelasnya.

Baca juga: Mulai Pedas! Harga Cabai di Boyolali Tembus Rp70.000/kg

Sementara itu, petani cabai rawit lainnya di Sukorame, Tri Rahayu, 50, mengatakan juga mengalami penurunan panen.

“Ini tanaman cabai turun karena pancaroba ya, selain itu terkena jamur. Ini karena kurang teliti saja. Yang petik nggak tahu kalau itu kena jamur, jadinya malah menular ke yang lain,” kata dia kepada wartawan.

Untuk mengatasi jamur yang ada di ladang cabainya, Tri Rahayu melakukan penyemprotan dengan bahan kimia.

“Itu tadi disemprot. Sebenarnya saya menanamnya secara organik, nggak pakai obat. Namun karena penyakitnya sudah parah jadi saya gunakan kimia,” jelasnya. Tri Rahayu mengaku menjual cabai rawit merah ke tengkulak di kampungnya dengan harga Rp45.000 per kilogram.

Baca juga: Inilah Lodji Papak, Rumah Kuno Peninggalan Belanda di Juwangi Boyolali

“Kalau dijual ke pasar biasanya selisih tiga ribu, jadi mungkin Rp48.000. Jadi sekarang dengan luas sekitar 600 meter, dulu sempat 60 kilogram jadi 28 kilogram per panen,” kata dia.

Walau mengalami penurunan panen, Tri Rahayu mengaku tidak mengalami kerugian karena tanamannya adalah cabai rawit organik.

“Tapi ini masih untung karena ada panenan. Ini harga tengkulak dibeli sudah naik, dulu Rp30.000, terakhir Rp45.000. Harga tersebut masih menolong. Kemudian, untuk petiknya yang cabai rawit merah tiap 10 hari sekali, untuk yang hijau lima hari sekali,” jelasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya