SOLOPOS.COM - Aksi tanam padi rojo lele perdana di Desa Gempol, Kecamatan Karanganom, Klaten, Jawa Tengah, Minggu (14/1/2018). Penanaman padi rojo lele perdana itu menandai peluncuran Gerakan Tani Bangkit oleh Lazismu Pusat dan PDM Klaten. (Cahyadi Kurniawan/JIBI/SOLOPOS)

Petani di Desa Gempol, Kecamatan Karanganom, menanam padi perdana varietas rojo lele.

Solopos.com, KLATEN—Petani di Desa Gempol, Kecamatan Karanganom, menanam padi perdana varietas rojo lele, Minggu (14/1/2018). Tanam padi perdana itu sekaligus menandai peluncuran Gerakan Tani Bangkit oleh Lembaga Amil Zakat Muhammadiyah (Lazismu) Pusat dan Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Klaten.

Promosi Pegadaian Buka Lowongan Pekerjaan Khusus IT, Cek Kualifikasinya

Pada tahap awal, padi rojo lele ditanam di lahan seluas enam hektare. Jumlah itu bertahap ditambah sebanyak lima hektare untuk memperluas kawasan pertanian padi organik. Saat ini di Gempol terdapat 6,5 hektare sawah yang ditanami padi organik, 8 hektare sawah konversi menuju organik. (baca: Penundaan Penutupan Dam Colo Tak Berdampak Besar, Petani Klaten Berharap Hujan)

Ekspedisi Mudik 2024

“Sisanya kami dorong nanti ke konversi pertanian organik melalui program ini,” kata Kepala Desa Gempol, Nusanto Herlambang, kepada Solopos.com, Minggu (14/1/2018).

Tak hanya itu, hasil pemuliaan dan pemurnian padi varietas rojo lele yang dikembangkan di Gempol, menunjukkan dari 40 karakter yang diuji di Balai Sertifikasi Benih Sukamandi, tujuh di antaranya lolos. Hal itu menandai gerakan besar-besaran tanam padi rojo lele untuk mengembalikan citra Klaten sebagai penghasil rojo lele.

Sementara itu, PDM Klaten mengapreasiasi sinergi petani dengan MEK Muhammadiyah dan Majelis Pemberdayaan Masyarakat Muhammadiyah. Wakil Ketua PDM Klaten, Wisnu, mengatakan dipilihnya petani sebagai basis gerakan merupakan hal tepat karena potensinya paling besar. Akan tetapi, keberadaan petani selama ini masih menjadi objek.

“Tapi di Gempol, petani bukan lagi obyek. Kami berharap Gempol menjadi penghasil produk-produk organik khususnya beras organik sehingga pendapatan masyarakat meningkat,” katanya.

Ia menceritakan Klaten awalnya dikenal sebagai penghasil padi rojo lele. Penanaman padi jenis ini sempat disetop oleh pemerintahan Orde Baru dalam rangka memutus rantai hama. Kini penanaman kembali padi ini sekaligus sebagai penanda lahirnya kembali rojo lele di Klaten.

Kepala Badan Perencanaan Penelitian dan Pengambangan Daerah (Bapppeda) Klaten, Bambang Sigit Sinugroho, mengatakan tahun ini Pemkab Klaten mengembangkan padi rojo lele di 15 desa. Ke-15 desa itu adalah desa yang sama dengan program pemuliaan dan pemurnian varietas rojo lele sebelumnya.

“Nanti kami lihat hasilnya seperti apa. Mana yang paling cocok itu yang potensial dikembangkan,” kata Bambang.

Ia berharap petani tak lagi menjual dalam bentuk gabah, tetapi juga beras. Dengan demikian, harga penjualan gabah memiliki harga lebih rendah daripada beras.

“Seperti di [Desa] Sidowayah, Polanharjo. Di sana, BUM Desa [Badan Usaha Milik Desa] yang berperan dengan menggandeng Gapoktan sehingga petani memegang peranan penting,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya