SOLOPOS.COM - Ilustrasi pesawat Airbus 320-200 milik maskapai penerbangan Airasia (airbus.com)

Pesawat Airasia ditemukan dan membuka spekulasi penyebab terjadi kecelakaan pesawat Airbus A320 itu.

Solopos.com, JAKARTA — Butuh waktu 2 menit bagi menara air traffic control (ATC) untuk merespons permintaan izin pilot Airasia QZ-8501 untuk naik lebih tinggi. Namun hal itu dinilai tidak biasa.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Menurut Direktor Airnavigation Indonesia, Wisnu Darjono, kepada Bloomberg, dalam komunikasi terakhir dari pesawat, pilot meminta naik ke ketinggian 38.000 kaki. Hal itu terekam dalam transkrip milik Komite Keselamatan Transportasi Nasional (KNKT).

Menara ATC Jakarta hanya mengizinkan QZ-8501 naik ke ketinggian 84.000 kaki. Namun jawaban dari menara ATC itu baru diberikan 2 menit kemudian dan pilot sudah hilang kontak.

Data dari Accuweather.com menunjukkan ada badai sepanjang jalur penerbangan yang dilalui QZ-8501 pada Minggu (28/12/2014) pagi. Pesawat tersebut terbang di jalur tersebut dengan ketinggian 32.000 kaki (9.800 m). Pada saat yang sama, di jalur itu, ada enam pesawat yang terbang dengan ketinggian berbeda. Menurut Air Navigation Indonesia, hal itulah yang menyebabkan penundaan respons dari menara ATC.

“ATC tidak dapat segera memberikan izin untuk naik 38.000 kaki karena perlu pengecekan jalur untuk melihat apakah ada pesawat di dekatnya,” kata Darjono. “Namun pilot tidak menjawab.”

Data radar yang muncul menunjukkan pesawat Airasia QZ-8501 naik tajam sebelum jatuh. Sebuah sumber yang tidak disebutkan namanya kepada Reuters mengatakan ada kemungkinan QZ-8501 terdorong melampaui batas ketinggian pesawat.

Namun kepastian tentang kemungkinan itu baru bisa terjawab jika kotak hitam (black box) telah ditemukan. Ada rekaman di menit-menit akhir yang bisa menjadi petunjuk untuk mengungkap apa yang menyebabkan pesawat Airbus A320 itu jatuh di perairan barat daya Pangkalan Bun.

Sementara itu, mantan pilot dan profesor penerbangan Lewis University, Illinois, AS, mengatakan Waktu dua menit untuk menjawab permintaan pilot untuk naik ketinggian dianggap tidak biasa. Di jalur sibuk seperti di Chicago, seorang pengawas di ATC bisa memonitor hingga 8 frekuensi pada saat yang sama.

“Ada satu titik di mana keputusan bergantung di tangan pilot. Jika pilot menyatakan kondisi darurat, mereka bisa melakukan banyak hal yang diinginkan,” katanya.

Pernyataan ini sejalan dengan apa yang pernah diungkapkan pakar penerbangan Indonesia, Alvin Lee, beberapa waktu lalu. Menurutnya, teknologi di ATC Indonesia sudah uzur dan harus dirombak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya