SOLOPOS.COM - Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hilmar Farid, mengamati tembok benteng Keraton Kartasura, Minggu (24/4/2022). (Solopos/Bony Eko Wicaksono)

Solopos.com, SUKOHARJO – Penanganan kasus penjebolan benteng bekas Keraton Kartasura masih terus bergulir. Kepala Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Susanto, menilai kasus tersebut cukup rumit.

“Ini proses yang rumit sekali, artinya ada konflik kepentingan antara [badan pertanahan nasional/Kantor tanah atau Kantah Sukoharjo] BPN dan [dinas pendidikan dan kebudayaan] Disdikbud Sukoharjo dalam hal ini yang membawahi cagar budaya di Kabupaten Sukoharjo,” katanya saat dihubungi Rabu (20/7/2022).

Promosi Jalur Mudik Pantura Jawa Makin Adem Berkat Trembesi

Susanto juga menyoroti terkait adanya dua kebijakan yang berbeda dalam pemerintahan. Keduanya harus satu suara jika memang ingin melestarikan benda cagar budaya (BCB).

“Sebetulnya harus berkaitan dengan pemerintah itu sendiri, harus membenahi inter-sektoral. Disdikbud Sukoharjo mengatakan itu melanggar, tapi BPN mengizinkan itu ada sertifikat. Nah ini bagaimana? BPN dengan cagar budaya ini?,” jelasnya.

Dia juga mengatakan kejadian serupa akan terus terulang jika hal itu tidak diselesaikan antara BPN yang mengeluarkan sertifikat dan Disdikbud yang menaungi BCB.

Baca juga: Pemilik Ndalem Singopuran Usul Pembebasan Status Lahan BCB, Mungkinkah?

Sebab menurutnya bagaimana mungkin dalam satu payung kabupaten memiliki kebijakan yang berbeda. Sementara yang satu memberi izin (terkait kepemilikan) yang satu merasa hal tersebut menjadi sebuah pelanggaran ketika dirusak.

Lebih lanjut menurutnya, pemaknaan sebuah BCB saat ini sudah berbeda. Tidak bisa mengatakan seharusnya, tetapi harus memahami secara proses.

Seperti kasus penjebolan pertama, ketua RT mengatakan harus merogoh kocek Rp300.000 untuk kerja bakti, menurutnya hal tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan. Dia juga mengatakan dalam kasus itu, tidak bisa tersangka hanya dari pemilik lahan saja.

“Artinya pemerintah sendiri tidak care. Baru ketika ini muncul di media kebingungan mereka. Jadi kalau dari saya pemaknaan atau memori terkait benda ini berbeda-beda. Jadi ketika dibongkar juga tidak bisa memutuskan ini dilanggar,” jelasnya.

“Beberapa orang mengatakan saat ini merasa sedih. Apa selama ini mereka memelihara? Apa latar belakang sedih dan sebagainya itu?,” tambahnya.

Baca juga: Pengacara Pemilik Ndalem Singopuran Yakin “Menang”, Ini Alasannya

Susanto juga menyoroti perihal peninggalan sejarah yang dibuat makam, menurutnya perbuatan itu juga sebetulnya sama dengan perusakan yang akhir-akhir ini mencuat.

“Peninggalan sejarah dibuat makam dan yang merusak itu sama saja lho kasusnya. Kan dia tidak memberi makna yang baik terhadap peninggalan sejarah itu. Dengan dibuatnya menjadi makam kan orang memahami atau persepsi tentang peninggalan itu sudah tidak bermanfaat, sebab makam adalah simbol sudah tidak berguna,” terangnya.

Dia berpesan kepada Pemkab Sukoharjo untuk menggalakkan sosialisasi dan harus peduli. Jangan baru ada kasus baru menampakkan diri.

“Selama diberi label apakah dipelihara? Lalu menjadi rumit ketika dimanfaatkan oleh masyarakat. Kalau sejak dulu diperhatikan itu tidak mungkin ada persoalan seperti ini. Kalau perlu diminta untuk pindah dan diberi ganti rui. Iya pembebasan lahan,” ujarnya.

Diberitakan sebeumnya, Dosen Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Tundjung W. Sutirto, mengatakan fokus permasalahan perusakan BCB di kompleks bekas Keraton kartasura bukan berdasarkan hak milik situs atau kawasan bangunan cagar budaya.

Baca juga: Diperiksa BPCB Jateng, Ini Kata Pemilik Lahan Ndalem Singopuran

Melainkan soal komitmen pelestarian yang menjadi kunci BCB tetap lestari.

“Melihat regulasi, cagar budaya bangunan/situs/kawasan itu boleh dimiliki perorangan. Sebetulnya komitmen dan kontinuitas itu yang menjadi persoalan. Entah itu dimiliki pemerintah ataupun perorangan,” katanya kepada Solopos.com Rabu (20/7/2022).

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya