SOLOPOS.COM - Maskapai di Bandara Adi Soemarmo Solo. Angkutan udara paling parah mengalami perlambatan ekonomi di sektor transportasi pada 2020. (Istimewa)

Solopos.com, JAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) melansir pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 mengalami kontraksi 2,07 persen dan sektor yang paling parah mengalami kontraksi adalah transportasi.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan ada 10 sektor yang mengalami kontraksi pada 2020. Dari data itu terungkap sektor transportasi dan pergudangan mengalami perlambatan terbesar yakni 15,04 persen.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Sementara sembilan sektor lainnya yang juga mengalami kontraksi adalah industri pengolahan minus 2,93 persen dan perdagangan minus 3,72 persen. Selain itu, konstruksi minus 3,26 persen, dan pertambangan serta penggalian minus 1,95 persen.

Baca juga: Buka Saat Jateng di Rumah Saja, Warnet Game Online di Sukoharjo Ditutup Paksa

Selanjutnya administrasi pemerintahan minus 0,03 persen, jasa lainnya minus 4,10 persen, jasa perusahaan minus 5,44 persen, dan pengadaan listrik serta gas minus 2,34 persen.

“Yang terdalam untuk sektor transportasi dan pergudangan yang pada tahun 2020 karena pandemi mengalami kontraksi 15,04 persen. Satu lagi akomodasi serta makan minuman mengalami kontraksi 10,22 persen,” kata dia, Jumat (5/2/2021), seperti dikutip dari Bisnis.com.

Menurut Suhariyanto, penerapan PSBB yang membatasi pergerakan orang dan barang membuat sektor transportasi dan pergudangan terdampak paling parah.

Baca juga: Kisah Abdi Mataram Klaten: Tidur 2 Jam Per Hari Demi Bantu Warga Terdampak Bencana

Angkutan Udara Terparah

Dia menyebut kontraksi sektor transportasi dan pergudangan memberikan dampak terdalam terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar minus 0,64 persen.

Secara terperinci, Suhariyanto menjelaskan angkutan udara dan angkutan rel tertekan paling parah akibat pandemi. Pada kuartal IV/2020, angkutan udara minus 53,81 persen. Angka itu sedikit lebih baik bila dibandingkan kuartal III/2020 yang negatif 63,9 persen.

Sementara angkutan rel minus 45,5 persen pada kuartal IV/2020, sedikit lebih baik dibandingkan dengan kuartal III/2020 yang minus 51,1 persen

Baca juga: Video Pesepeda Bawa Bronjong Tertabrak KRL Jogja-Solo di Dekat Underpass Transito Viral

Di sisi lain, Organisasi Angkutan Darat (Organda) menilai pergerakan masyarakat merupakan kunci utama untuk kembali memulihkan sektor transportasi yang terpukul akibat pandemi Covid-19.

Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Organda Ateng Haryono menanggapi hasil rilis BPS yang mencatat kinerja sektor transportasi dan pergudangan mengalami penurunan tajam pada 2020. “Kata kuncinya cuma satu, pergerakan,” ujarnya.

Ateng menjelaskan melemahnya sektor transportasi diakibatkan adanya pembatasan pergerakan masyarakat oleh pemerintah untuk memutus rantai penyebaran Covid-19, seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Baca juga: Jateng di Rumah Saja: Pasar Baturetno Wonogiri Tetap Buka, Tapi Sepi Banget

Dengan kata lain dia menyebut jika ingin kembali menggalakkan sektor transportasi, pemerintah harus mampu mengatur pergerakan masyarakat di tengah pandemi.

Lebih lanjut, dari semua sektor, Ateng menilai angkutan pariwisata menjadi yang paling terdampak karena tidak bisa bergerak sama sekali mengingat banyaknya penutupan lokasi wisata.

Meskipun sudah kembali dibuka, tetap saja segala persyaratan yang ada memberatkan masyarakat untuk bepergian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya