SOLOPOS.COM - Sejumlah pekerja meratakan gabah yang dikeringkan menggunakan garu di pelataran rumah bandar gabah di Desa Cangkol, Mojolaban, Selasa (22/3). Tengkulak berkuasa memainkan harga gabah pada masa tanam (MT) I. (Bony Eko Wicaksono/JIBI/Solopos)

Pertanian Sukoharjo masih dihadapkan dengan adanya tengkulak yang memainkan harga gabah.

Solopos.com, SUKOHARJO – Sejumlah orang berjalan hilir mudik di sela-sela gunungan gabah hasil panen yang dijemur di pelataran rumah. Mereka membawa garu yakni alat kayu sepanjang sekitar 1,5 meter.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Mereka meratakan gabah yang dijemur di pelataran rumah pada siang hari. Gabah hasil panen itu merupakan hasil panen raya padi di beberapa desa di wilayah Mojolaban pada masa tanam (MT) I.

Tengkulak berkeliling ke sawah-sawah milik petani saat masa panen raya padi. Mereka langsung membeli hasil panen padi dan mematok harga gabah kering di atas harga pembelian pemerintah (HPP). Harga gabah kering yang dibanderol tengkulak jauh lebih tinggi dibanding HPP yang ditetapkan pemerintah pusat.

“Tak hanya dari Mojolaban, saya juga berkeliling ke Sukoharjo dan Nguter untuk mengumpulkan gabah hasil panen petani,” kata seorang Bandar gabah asal Mojolaban, Giyarno, saat ditemui solopos.com di Mojolaban, Selasa (22/3/2016).

Tengkulak berkuasa memainkan harga gabah saat panen raya padi. Harga gabah kering panen kualitas A dibanderol senilai Rp3.900/kg. Sementara harga gabah kering panen kualitas B dan C dipatok Rp3.800/kg dan Rp3.700/kg.

Gabah kualitas A mempunyai kadar serapan air lebih sedikit dibanding gabah kualitas B dan C. Sementara harga gabah yang dibeli Perum Bulog sesuai HPP yakni Rp3.700/kg.

Tak pelak, para petani menjual gabah hasil panen langsung ke tengkulak yang berkeliling di sawah-sawah. Tak ada petani yang membawa gabah untuk disimpan dan dikeringkan di rumah. “Selisih harga gabah yang saya beli dengan Bulog antara Rp100/kg-Rp200/kg. Namun kalau dikalikan hasil panen yang berton-ton bakal signifikan,” tutur dia.

Tak main-main, perputaran uang tengkulak yang membeli gabah dari petani bisa mencapai Rp50 juta/hari. Giyarno bisa membeli gabah petani sekitar lebih dari 10 ton/hari. Dia juga memberdayakan penebas dengan memberi modal untuk membeli gabah hasil panen para petani.

Minimnya serapan gabah yang masuk ke Gudang Bulog dipengaruhi beberapa hal. Selain HPP yang murah, para petani harus menanggung biaya ongkos angkut gabah dari sawah menuju Gudang Bulog.

“Semestinya Bulog menggenjot pembelian gabah pada MT I karena saat ini hasil panen padi berlimpah. Para petani sawah tadah hujan panen padi sehingga hasil panen padi membeludak,” timpal dia.

Pernyataan senada diungkapkan bandar gabah lainnya asal Kecamatan Polokarto, Sutar. Dia bisa mengangkut gabah antara tujuh ton-delapan ton/hari. Setiap hari, ia merogoh kocek di atas Rp30 juta untuk membeli gabah petani di sawah-sawah.

Gabah petani lantas dikeringkan selama beberapa hari dan dijual lagi kepada pengusaha beras di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. “Harga gabah setiap masa tanam berbeda-beda. Biasanya, harga gabah pada masa tanam III paling tinggi lantaran kebutuhan operasional petani membengkak. Mereka harus membeli bahan bakar untuk mengoperasionalkan mesin pompa air selama musim kemarau,” papar dia.

Serbuan para tengkulak ke sawah-sawah saat panen raya mengakibatkan petani tak memiliki daya tawar harga gabah tinggi. Petani yang butuh uang langsung menerima uang panjar dari tengkulak tanpa ada tawar menawar. Mereka percaya gabah yang dibeli tengkulak bakal menyesuaikan harga pasar di wilayahnya.

Biasanya, pada masa tanam I, para petani jarang membawa gabah hasil panen ke rumah untuk dikeringkan. Gabah hasil panen dibawa pulang ke rumah pada masa tanam III yang digunakan untuk cadangan makanan selama musim kemarau.

“Ada juga petani yang terlebih dahulu melakukan tawar menawar namun keputusan harga tetap di tengkulak. Petani langsung mengambil uang panjar jika ditawari tengkulak,” kata seorang petani asal Desa Bengkonang, Mojolaban, Surip, 45.

Serapan gabah petani pada masa tanam (MT) I padi di wilayah Soloraya yang masuk ke Gudang Bulog baru mencapai sekitar lima persen. Serapan gabah petani terkendala harga pembelian pemerintah (HPP) senilai Rp3.700/kilogram sehingga petani memilih menjual gabah kepada tengkulak.

Pernyataan itu disampaikan Kepala Seksi (Kasi) Pelayanan Publik (PP) Sub-Dolog (Bulog) Wilayah 3 Surakarta, Yoyo, saat dihubungi solopos.com, Senin (21/3/2016). Menurut dia, tak semua gabah hasil panen petani bisa diserap Bulog. Gabah hasil panen petani harus memenuhi standar kualitas yang ditetapkan pemerintah.

“Misalnya, air gabah kering (GKP) tak boleh lebih dari 25 persen dan bobot hampa kotor gabah tak boleh lebih dari 10 persen. Standar kualitas itu menjadi acuan utama Bulog membeli gabah hasil panen petani,” kata dia.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya