SOLOPOS.COM - Ilustrasi pertanian padi dengan mengandalkan pupuk dan pestisida organik. (JIBI/Harian Jogja/Dok.)

Solopos.com, KARANGANYAR — Belum banyak petani di Kabupaten Karanganyar yang mau beralih ke pertanian organik. Sejak 2017 hingga sekarang perkembangan pertanian organik di Bumi Intanpari bisa dibilang stagnan. Dibutuhkan dukungan pemerintah mendorong petani mulai mengembangkan pertanian organik.

Ketua Asosiasi Petani Organik Karanganyar Tenteram (Apokat), Hasim Ashari, mengatakan sejak pertanian organik di Karanganyar dimulai 2009, luas lahan hingga 2017 sekitar 200,7 hektare (ha). Hingga sekarang luas lahan pertanian organik itu tak bertambah alias stagnan. Dari luasan tersebut baru 70 persen yang sudah bersertifikat organik dan sisanya 30 persen masih konversi.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

“Tentunya ini [pertanian organik] harus dikembangkan, sehingga petani butuh dukungan semua pihak khususnya pemerintah dan DPRD. Jika petani, Pemkab, dan DPRD bersatu maka pertanian organik akan lebih maju,” ujarnya seusai mengikuti audiensi dengan DPRD Karanganyar di Gedung Dewan setempat, Selasa (6/12/2022).

Ia menilai pertanian organik di Karanganyar potensial dikembangkan. Terlebih dengan adanya persoalan-persoalan pada pertanian konvensional seperti subsidi pupuk yang dipangkas, pemakaian bahan kimia berlebih. Semua masalah ini solusinya adalah pertanian organik.

Baca Juga: Cerita Petani Madiun, Bahagia Hasil Panen Padi Melimpah Usai Memanfaatkan MUT

“Makanya mulai saat ini harus dipersiapkan dengan lebih baik. Harapannya, pada 2025 pertanian organik Karanganyar sudah lebih maju. Ini butuh dukungan pemerintah,” imbuhnya.

Dukungan yang dibutuhkan misalnya ada peraturan daerah (perda) tentang pertanian organik. Perda ini bisa memuat aturan tentang penganggaran untuk sertifikasi lahan organik yang membutuhkan biaya besar dan waktu yang cukup lama.

Dalam perda pertanian organik juga memungkinkan adanya ketentuan misalnya Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mengonsumsi beras organik. “Perda ini adalah pintu bagaimana ke depan ASN misalnya wajib mengonsumsi beras organik milik petani, 2 kg atau 5 kg per bulan,” imbuhnya.

Perda juga memungkinkan dibentuknya lembaga semacam balai pelatihan pertanian bagi kalangan muda. Menurutnya, salah satu masalah yang dihadapi dunia pertanian adalah generasi penerus petani. Sebagian besar petani saat ini adalah kalangan orang tua. Jika generasi penerusnya tidak dipersiapkan mulai sekarang, maka lahan pertanian tidak ada lagi yang menggarapnya.

Baca Juga: Potret Sukses Petani Muda, Kombinasi Ide dan Teknologi Jadi Kunci

“Butuh regenerasi. Tapi ini juga tidak mudah untuk menarik kalangan muda ke dunia pertanian. Bisa diawali dengan keterlibatan mereka dalam perdagangan hasil panennya. Yaitu bagaimana mereka menjual beras organik dan mereka mendapat keuntungan dari sana. Dan untuk memberikan bekal pengetahuan tentang pertanian, ini butuh semacam balai pelatihan,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya