SOLOPOS.COM - Aktivitas gudang Bulog Tulungagung, Selasa (7/4/2015). (JIBI/Solopos/Antara/Destyan Sujarwoko)

Pertanian Jatim diwarnai dengan penurunan harga beli beras petani oleh Bulog setempat. Mengapa?

Madiunpos.com, TULUNGAGUNG — Badan Urusan Logistik Subdivre Tulungagung, Jawa Timur mengevaluasi harga pembelian beras petani yang sempat menyentuh kisaran Rp9.000/kg. Beras hasil pertanian Jatim itu kini hanya dihargai Rp8.100/kg dengan alasan demi mencegah laju inflasi daerah.

Promosi Beli Emas Bonus Mobil, Pegadaian Serahkan Reward Mobil Brio untuk Nasabah Loyal

“Intinya kebijakan soal harga pembelian beras dari petani kami kaji ulang, karena berdasar penelitian yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) harga Bulog telah mendorong laju inflasi nasional,” kata Kepala Bulog Tulungagung Supriyanto di Tulungagung, Rabu (7/10/2015).

Evaluasi kebijakan itu, menurut Supriyanto merupakan permintaan langsung Presiden Joko Widodo kepada Bulog. Alasannya, aktivitas penyerapan beras petani yang semula dimaksudkan pemerintah Presiden Joko Widodo untuk mengejar ketahanan swasembada pangan serta menjamin ketersediaan beras lokal justru berimbas pada terjadinya inflasi.

Penyebabnya, terang dia, harga pembelian beras Bulog ditetapkan sama atau bahkan lebih tinggi daripada harga pasaran di tingkat pedagang. Padahal, lanjut Supriyanto, beras yang dibeli Bulog dengan harga tinggi itu menyebabkan nilai jual juga ikut terdongkrak naik.

“Lebih buruk lagi, harga beli dan penjualan yang tinggi dari Bulog telah memicu kenaikan beli pedagang di pasaran. Persaingan harga itulah yang kemudian memicu terjadinya laju inflasi di daerah-daerah maupun dalam skala nasional,” ujarnya.

Harga Rasional
Atas dasar temuan maupun instruksi langsung Presiden Jokowi itu, Supriyanto mengatakan bahwa Bulog berkomitmen untuk melakukan revisi ketetapan harga pembelian. Bulog kini tidak lagi mengikuti tren harga pasar beras, melainkan membuat ketetapan harga pembelian yang berada di bawah harga pasar.

“Bulog tidak boleh ikut-ikutan membuat pasar beras panik sehingga memicu inflasi. Kami sekarang fokus melakukan serapan beras dengan harga rasional di bawah harga pasar,” ujarnya.

Kendati lebih rendah, Supriyanto memastikan bulog tetap kompetitif dan bisa menyerap sebagian beras/gabah hasil panenan petani selama periode Oktober-Desember ini. Salah satu strategi yang akan dilakukan adalah dengan memotong mata rantai pembelian atau birokrasi yang selama ini menjadi pemicu kenaikan harga beras.

“Intinya Bulog harus melakukan pembelian dengan harga wajar, tidak terlalu tinggi namun juga tidak terlalu rendah agar mendorong gejolak harga di pasaran, yang penting Bulog harus lebih rendah dari harga umum,” ujarnya.

Dicontohkannya kemudian kebijakan Bulog beberapa pekan terakhir yang mematok harga pembelian Rp8.100/kg untuk jenis beras premium dari petani. Sementara harga pasaran dengan jenis beras yang sama menurut Supriyanto sekitar Rp8.400/kg.

“Nyatanya dengan harga Rp8.100 bulog masih mendapat beras. Itu artinya harga yang ditentukan bulog sangat mempengaruhi reaksi pasar, terutama dalam mengendalikan laju inflasi di daerah-daerah maupun skala nasional,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya