SOLOPOS.COM - Petani tembakau asal Dusun Kebonluwak, Desa Ringinlarik, Kecamatan Musuk, Cipto Suparmo, 78, mengecek tanaman tembakau yang terkena penyakit kerupuk akibat curah hujan tinggi, Senin (2/8/2016). (Hijriyah Al Wakhidah/JIBI/Solopos)

Pertanian Boyolali, hasil produksi tembakau di Boyolali tahun ini diperkirakan turun 30%.

Solopos.com, BOYOLALI–Produksi tembakau di Boyolali tahun ini diperkirakan menurun sekitar 30%. Cuaca ekstrim dan kemarau basah memberikan dampak negatif terhadap kualitas produksi tembakau.

Promosi Mitsubishi XForce: Stylish untuk Wanita, Praktis buat Ibu Muda

Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Dispertanbunhut) Boyolali, Widodo, menjelaskan kemarau basah mengakibatkan tanaman tembakau, baik tembakau gunung maupun tembakau asepan mudah layu yang pada akhirnya mati.

“Tanaman tembakau kan tidak terlalu membutuhkan banyak air, jika terlalu banyak air akan mengganggu pertumbuhan tanaman tembakau, tanamannya mudah layu,” kata Widodo, kepada Solopos.com, Selasa (2/8/2016).

Pada cuaca normal, produksi tembakau tiap hektarnya bisa mencapai 9 kuintal hingga 10 kuintal tembakau kering. Namun, dengan tingginya curah hujan maka produktivitas tembakau rata-rata hanya bisa mencapai 6 kuintal hingga 7 kuintal per hektare.

Dia menjelaskan luas lahan produksi tembakau gunung pada tahun ini mencapai 3.900 hektare yang  tersebar di wilayah lereng Gunung Merapi dan Merbabu seperti Kecamatan Selo, Cepogo, Musuk, Ampel, dan sebagian kecil wilayah lahan pertanian di Kecamatan Mojosongo.  Sedangkan luas lahan  pertanian tembakau asepan mencapai 300 hektare berada di wilayah Banyudono, Sawit, Juwangi, dan sebagian berada di Ngemplak.

Panen raya tembakau asepan di Boyolali diperkirakan terjadi September 2016, sedangkan tembakau gunung, akhir Juli lalu sudah mulai masa panen.

Petani tembakau asal Dusun Kebonluwak, Desa Ringinlarik, Kecamatan Musuk, Cipto Suparmo, 78, mengatakan kualitas produksi tembakau tahun ini turun drastis. Lantaran curah hujan tinggi, tanaman tembakau mudah terserang penyakit kerupuk yakni daun berkerut, keriput, dan lama-lama menjadi layu.

“Padahal sudah dikelola dengan sangat baik, tapi hasilnya malah ndak maksimal,” kata Cipto.

Petani asal Jelok, Cepogo, Hariyanto, 45, mulai memanen daun tembakau kering yang biasa disebut tembakau rosok. “Bagusnya memang dipanen saat daun masih hijau. Tapi dengan kondisi musim begini, kebanyakan jadi tembakau rosok, daunnya kuning dan kering, akhirnya dipanen jadi rosok,” kata Hariyanto.

Tembakau rosok nantinya dijual kepada pengepul dan pengepul tetap setor ke pabrik namun harga tembakau rosok tidak sebagus harga tembakau hijau atau rajangan. Produktivitas tembakau miliknya juga menurun. Pada lahan seluas 3.000 meter persegi, biasanya dia bisa memanen 3.500 batang daun tembakau. “Namun sekarang sudah terlihat ada penurunan produksi sekitar 20%. Banyak yang mati dan banyak yang jadi rosok.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya